29 Jan 2016

Ibadah: Cara Kami Menguji Janji

Shalat itu bukan sekedar ibadah menghadap Tuhan; tapi shalat juga wujud tanggung jawab kita kepada Sang Pencipta.

Kalau kamu dekat dengan wanita yang belum kenal ibadah dan dia berjanji akan segera melakukannya saat sudah menikah denganmu, tinggalkan. Ibadah bukan soal ‘kenapa’ dan ‘kapan’. Kalau dia belum mampu menepati janjinya pada Pencipta, kamu jangan pernah berharap lebih darinya.

-         Ibu, beberapa bulan lalu.

Aku gak menuntut calon pasangan yang gila agama—nggak. Buatku, agama hadir untuk diresapi, bukan digilai. Segila-gilanya dia dengan agama, mungkin masih dalam batasan wajar. Yang tau dan sadar, bahwa dunia dan akherat sebaiknya dijunjung dengan porsi yang seimbang.

Ibuku bilang, bahwa ibadah adalah wujud tanggung jawab seseorang pada pencipta. Aku setuju—bahkan sangat setuju. Namun, ibadah memiliki fungsi yang jauh lebih luas lagi. Selain wujud tanggung jawab pada pencipta, seseorang juga mampu melatih tanggung jawab hidupnya melalui ibadah.

Katakan seandainya ibadahku dan ibadahmu tidak sama. Aku 35 kali seminggu, sedangkan kamu sekali seminggu. Aku bersujud tanpa suara, sedangkan kamu bernyanyi dengan suara. Namun, di balik semua perbedaan itu, terdapat satu kesamaan yang menjadikan kita lebih baik: komitmen terhadap janji.

Kamu terlahir sebagai Kristen, maka tugasmu setiap minggu adalah pergi ke gereja dan berdo'a. Kalau tidak? Maka kamu akan gagal terhadap janji-janji yang lain—termasuk kepada kekasih hatimu.

Aku terlahir sebagai Islam, maka tugasku adalah shalat. Kalau aku lupa atau sengaja meninggalkannya? Berarti aku ingkar dan tidak bisa dipercaya sama sekali.


Sederhananya, seseorang yang tidak mampu menepati janjinya pada Tuhan, maka dia juga akan melakukan hal serupa pada orang lain di sekitarnya, termasuk kekasih hatinya. Kalau Tuhan—yang maha besar—aja mudah ditinggalkan, gimana kamu—yang cuma berperan sebagai pacarnya?

Seseorang yang bertanggung jawab terhadap ibadah, biasanya memiliki pegangan kuat. Dia berprinsip dan memiliki batasan. Lelaki yang taat ibadah, tau bagaimana cara menjaga. Wanita yang taat ibadah, tau bagaimana cara dijaga.

Banyak sekali yang meninggalkan ibadah karena kegiatan lain yang lebih menyenangkan. Di sinilah sebuah tanggung jawab diuji. Tuhan memberimu pilihan antara kegiatan atau kewajiban. Kalau kamu memilih kegiatan, maka kamu ingkar terhadap janji. Sebaliknya, kalau kamu memilih kewajiban, maka Tuhan senantiasa memberimu banyak kebaikan.

Sekarang kita aplikasikan konsep ini di kehidupan nyata. Anggaplah kekasih hatimu mengajakmu pergi tamasya ke tempat wisata. Namun, setelah mengucap janji, ternyata teman-teman rumahmu mengajakmu pergi ke tempat lain (tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun). Di sini tanggung jawab mulai diuji. Aku nggak sekonyong-konyong mengaitkan semua ini dengan ibadah. Namun mereka yang taat beribadah, akan lebih memahami konsep dari sebuah janji.

Dekatlah dengan dia yang rajin ibadah,
Maka kamu akan dijaga dengan batasan-batasan yang baik.

Dekatlah dengan dia yang rajin ibadah,
Maka kamu tak perlu memikirkan apa prioritasnya; karena kamu adalah prioritas.

Dekatlah dengan dia yang rajin ibadah,
Maka kamu akan dinasihati tanpa disakiti.

Dekatlah dengan dia yang rajin ibadah,
Maka kamu akan terbimbing pelan-pelan menuju jannah.

Ibadah adalah tanggung jawab. Tanggung jawab adalah tolak ukur. Tolak ukur adalah pertimbangan. Kalau kekasihmu tidak ibadah, apa yang mau dipertimbangkan?

Sekali lagi, ibadah—dari cara apapun dan agama manapun—memiliki fungsi yang sama; mengajarkan pelakunya agar senantiasa bertanggung jawab terhadap janji.

Jadi, kalau kamu wanita, dan ada lelaki yang mendekatimu, maka pastikan ibadahnya baik. Kalau dia bilang, “Aku bakal ibadah setelah kita nikah.” Lebih baik kamu tinggalkan. Ibadah bukan soal ‘kenapa’ atau ‘kapan’. Tapi murni soal komitmen.


Bukan begitu, Bu?

2 komentar:

  1. Keren banget postingannya, bikin meleleh hati aku *salah fokus*.

    Jadi cerminan buat diri sendiri juga, biar kita tahu apa makna ibadah sesungguhnya dan kenapa kita beribadah. Sekali lagi tulisannya keren!

    BalasHapus
  2. terimakasih kak buat pencerahannya, menggugah hati.
    ooo iya kak kalau ingin tahu cara membuat web disini aja..

    BalasHapus

“Either positive or negative comments are good because it shows I am still relevant.” – Justin Guarini