Belakangan ini hidup
serba diukur menggunakan politik. Mau berteman, harus dengan yang sama. Beda
jagoan politik, kita dimusuhi. Mau diam tak peduli, dituduh tidak punya
pendirian. Hidup jadi serba bersebrangan.
Pilkada Jakarta hajat
paling gila. Pernah suatu hari saya makan bersama teman-teman di kedai bakso
pinggir jalan. Obrolan kita penuh canda, sebelum akhirnya mereka bicara
politik. Saya tak acuh, mereka penasaran. “Bagaimana tanggapannya, Han?” Saya
memberi tanggapan malah dituduh yang bukan-bukan. Hari berikutnya, di tengah
suasana yang sama, saya tetap tak acuh. Kali ini dengan penekanan: apapun yang
mereka tanyakan, saya tetap diam. Langkah ini juga keliru, saya dituduh apatis.
Manusia tanpa pendirian.
Lalu, saya harus apa?
Menancapkan garpu ke
mata saya?!?!
Reaksi di media sosial
juga sama—semua serba saling menyudutkan. Pendukung A merasa pilihannya yang
terbaik, siapapun yang tidak sama dengannya adalah sampah. Pendukung B tidak
terima, mereka balas hujatan dengan hujatan lain. Ibarat perkelahian: saling
bergantian menyerang hanya akan melukai keduanya.