19 Agu 2016

Terbelenggu Kekeliruan

Libur akademik mengistirahatkan saya dari berbagai rutinitas harian. Satu-satunya kegitan yang, setidaknya, menurut saya bermanfaat hanyalah membantu ibu melayani pesanan pelanggan. Sudah hampir sebulan kami membuka usaha kuliner di rumah. Hasilnya bisa dibilang lumayan. Setidaknya lebih baik ketimbang hanya berdiam diri dan bermain gadget di kamar.

Rabu kemarin kami tidak menerima pesanan sama sekali. Ibu saya hanya duduk di ruang tamu sambil menonton acara yang menurutnya menarik. Sedangkan saya duduk di pelataran rumah sambil membaca buku. Dalam buku tersebut saya menemukan kalimat yang membuat saya terenyak sesaat. ‘Do we really exist?

Saya meletakkan pembatas buku di halaman terakhir yang saya baca. Kemudian menutup dan menaruhnya di atas dada. Kembali pada lamunan yang tercipta karena kalimat sebelumnya. Apakah kita benar-benar ada? Atau… apakah orang lain selain saya adalah objek material? Hologram? Atau semua yang ada di dunia ini hanyalah mimpi panjang kita di alam sesungguhnya?

Saya menampar pipi kanan sebanyak dua kali, kemudian merebahkan tubuh dan memandang kosong ke arah langit malam. Tenggelam oleh lamunan pertanyaan.

Hari Jum’at-nya saya berkunjung ke Rumah Sakit daerah Bekasi. Kaki kanan adik saya patah karena jatuh dari sepeda. Lututnya terbentur aspal sehingga tempurungnya pecah. Saya dan ibu terpaksa menolak pesanan pelanggan. Waktu kami hanya dihabiskan di dalam kamar berisi tiga manusia yang sedang merintih kesakitan.