Libur akademik
mengistirahatkan saya dari berbagai rutinitas harian. Satu-satunya kegitan
yang, setidaknya, menurut saya bermanfaat hanyalah membantu ibu melayani
pesanan pelanggan. Sudah hampir sebulan kami membuka usaha kuliner di rumah.
Hasilnya bisa dibilang lumayan. Setidaknya lebih baik ketimbang hanya berdiam
diri dan bermain gadget di kamar.
Rabu kemarin kami tidak
menerima pesanan sama sekali. Ibu saya hanya duduk di ruang tamu sambil
menonton acara yang menurutnya menarik. Sedangkan saya duduk di pelataran rumah
sambil membaca buku. Dalam buku tersebut saya
menemukan kalimat yang membuat saya terenyak sesaat. ‘Do we really exist?’
Saya meletakkan pembatas
buku di halaman terakhir yang saya baca. Kemudian menutup dan menaruhnya di
atas dada. Kembali pada lamunan yang tercipta karena kalimat sebelumnya. Apakah
kita benar-benar ada? Atau… apakah orang lain selain saya adalah objek
material? Hologram? Atau semua yang ada di dunia ini hanyalah mimpi panjang kita
di alam sesungguhnya?
Saya menampar pipi kanan
sebanyak dua kali, kemudian merebahkan tubuh dan memandang kosong ke arah
langit malam. Tenggelam oleh lamunan pertanyaan.
Hari Jum’at-nya saya
berkunjung ke Rumah Sakit daerah Bekasi. Kaki kanan adik saya patah karena
jatuh dari sepeda. Lututnya terbentur aspal sehingga tempurungnya pecah. Saya
dan ibu terpaksa menolak pesanan pelanggan. Waktu kami hanya dihabiskan di
dalam kamar berisi tiga manusia yang sedang merintih kesakitan.