29 Jul 2015

Antara Nahla dan Mesut Ozil

Salah satu temen lama gue pernah bilang, “Hidup tanpa sosok idola bagaikan menulis tanpa referensi.” Setelah gue pikir-pikir, bener juga ya, soalnya kita sering niru apa yang mereka tebar di depan media.

Jadi, untuk bagian ini, kalian harus setuju kalau dalam hidup kita wajib punya (paling nggak) satu sosok idola.

Sebuah cerita unik tentang idola pernah saya renungkan dalam diri seorang gadis cerdas bernama Nahla Adhimah. Singkat cerita, Nahla adalah gadis yang terlahir dengan tumpukan mimpi. Dan, mimpi terbesarnya dalam hidup adalah: bisa terbang dan mendarat di Jerman.

Kenyataan ini bikin dia berambisi untuk mengejar mimpinya. Dia membaca beberapa artikel yang berhubungan dengan Jerman, membaca kamus berbahasa Jerman, mengambil prodi sastra Jerman, dan yang terakhir, dia mengagumi TIMNAS sepakbola Jerman!

Kekaguman terakhirnya membawa dia ke salah satu gelandang Jerman bernama Mesut Ozil. Katanya, Mesut Ozil punya agama dan kepribadian yang kuat. Jadi, alih-alih karena tampan, ada hal lain bagi Nahla untuk dijadikan sebuah alasan.



Seperti remaja pada umumnya, Nahla melampiaskan kekaguman itu di media sosial—bahkan, dia sering menyebut kalau Ozil itu adalah pacarnya—sampe pada akhirnya, ada salah satu web resmi Madridistas (sebutan bagi penggemar Real Madrid, red) regional Jakarta yang mengekspos status Nahla ini, dan akhirnya……… DANG!!

21 Jul 2015

BAHASA SIALAN!

Orang bilang, laki-laki cuma butuh waktu 4 detik untuk jatuh cinta. Awalnya, gue gak setuju. Sampe sekitar tahun 2009, pandangan itu perlahan berubah.
Semua berawal ketika gue duduk di bangku SMP. Waktu itu, sifat gue nggak jauh beda dari sekarang; pendiem, tertutup, introvert, dan penyendiri. Makanya, tiap kali duduk, gue selalu milih deretan kursi paling ujung. Bener-bener ujung. Biar nggak ada temen lain yang ganggu konsentrasi belajar gue.
“Boleh duduk bareng nggak?” salah satu murid berbadan besar menawarkan diri. Seragamnya rapi, seolah-olah seragam sekolah memiliki tingkat keformalan paling tinggi di jagad raya. “Kok diem aja? Jawab dong.”
Gue geleng-geleng, karena ngerasa anak ini kurang asik diajak diskusi.
“Maap,” kata gue. “Udah ada yang ngisi.”
“Siapa?” tanya dia sambil celingukan kiri-kanan.
“Itu,” gue nunjuk asal ke salah satu murid yang lagi asik berdiri di ambang pintu. “Sama dia—yang berdiri di sana.”
Si gendut maju dua langkah ke belakang, wajahnya berubah merah. Dan, dengan satu kali hentakan kaki, dia ngelempar tas punggungnya ke meja sambil teriak, “Belagu lo, cupu!”
Gue dikatain cupu.
Tapi nggak marah.
Karena………...
yah,
gue emang cupu.
SO WHAT?!

1 Jul 2015

ELAH, UNTUNG DOSEN!

Dari seluruh Fakultas yang ada di Perguruan Tinggi Indonesia, gue percaya kalo Fakultas Ilmu Komunikasi adalah fakultas dengan matakuliah pa……….ling mudah. Oke, gue kasih penekanan. P  A  L  I  N  G    M  U  D  A  H.

Kalo gak percaya, kalian boleh tanya ke temen, tetangga, atau guru ngaji kalian yang kebetulan alumni FILKOM.

Contohnya, di FILKOM kalian bakal ketemu sama mata kuliah yang isinya cuma ngobrol sama temen kelas. Dan, lewat obrolan itu, kalian disuruh ngerumusin apa aja yang udah dibicarain. Bete banget, kan?

Misal: Farhan ketemu mantan, Farhan grogi, akhirnya Farhan memilih untuk diam dan lompat dari menara sutet. Apakah di sana terjadi tindak komunikasi? Jawabannya: tidak!
Udah, gitu doang!

Tapi, jangan mentang-mentang mata kuliah FILKOM gampang, kalian berpikir kalo pengajarnya juga segampang materinya. Gue tegasin ke kalian semua, dosen FILKOM itu gak beda jauh sama tukang kue rangi! Kalo kita lagi butuh, susah banget nyarinya. Dan lagi, mereka selalu pandai berkilah, jadi semua kesalahan mereka dengan mudah beralih ke diri kita.

Mahasiswa  : Pak, materi yang bapak jelasin sedikit beda sama minggu kemarin.
Dosen         : Sengaja.
Mahasiswa  : Kok sengaja?
Dosen         : Kamu anak komunikasi bukan?
Mahasiswa  : Iya. Terus hubungannya sama anak komunikasi apa?
Dosen         : Materi yang saya ajarin hari ini beda sama minggu kemarin, kan?
Mahasiswa  : Iya, terus?
Dosen         : Ya seharusnya kamu bisa bikin kesimpulan dari nada bicara saya.
Mahasiswa  : Nada bicara bapak?
Dosen         : Iya. Mana yang sekiranya nada bicara saya lebih meyakinkan. Hari ini atau Minggu kemarin?
Mahasiswa  : Ming-minggu kemarin, sih.
Dosen         : Nah, kan. Itu tandanya materi hari ini emang salah.
(Dalem hati  : LAH BUJUG. EMANG MENURUT LO TADI GUE BILANG APA, COK?!)
Mahasiswa  : Oh, oke, pak. Maap, saya salah.