4 Mei 2014

Indahnya Masa Kanak-Kanak

Pernah gak kamu ngebayangin masa kanak-kanak yang indah? Masa dimana kamu bermain di bawah hujan yang lebat. Berlari di halaman rumah, dan berteriak lantang, seolah kurang puas dengan kelebatan hujan yang turun. Sementara itu, di kejauhan, orang tua kamu hanya bisa cemas melihat anaknya sulit diatur. Mereka cemas, karena mungkin aja setelah mandi hujan, kamu akan terkena demam. Atau terkena penyakit lain yang lebih parah, sehingga kamu harus terpaksa dibawa ke Rumah Sakit dengan biaya yang tidak murah. Tapi meski bagaimanapun, orang tua kamu gak mungkin ngelarang kamu untuk mandi hujan. Karena dengan mandi hujan itu, wajah kamu tampak sangat bahagia. Kamu akan menjerit-jerit jika dipaksa untuk mengurung diri di kamar.

Pernah gak kamu ngebayangin tentang indahnya masa kanak-kanak? Masa dimana kamu mencorat-coret seluruh dinding pada ruangan rumah, dan menggambar dengan asal, seolah kamu adalah pelukis terhebat di jagat raya. Pada saat itu orang tua kamu selalu mencoba untuk melarangmu, dan mengambil seluruh perkakas lukis yang biasa kamu gunakan untuk mencorat-coret dinding rumah, namun semua itu tampak sia-sia, karena toh kamu masih bisa corat-coret dinding rumah pake lipstick ibumu, kan?

Pernah gak kamu membayangkan tentang indahnya masa kanak-kanak? Masa dimana kamu menjerit di tengah malam tanpa satu alasan yang jelas, sehingga suasana rumah menjadi gaduh, dan membangunkan seluruh penghuninya, termasuk kedua orang tuamu. Mereka bangun, karena mereka percaya, tangismu jauh lebih penting ketimbang bunyi alarm di pagi hari. Karena tangismu, adalah rasa cemas yang terkurung dalam ruang pikiran orang tuamu tiap malam.

Atau pernah gak kamu membayangkan tentang indahnya masa kanak-kanak? Masa dimana kamu tertawa lepas ketika ayahmu mengajak kamu pergi menonton ondel-ondel di sekitar rumah. Ayahmu akan berjalan mengikuti gaya ondel-ondel, melompat dan melangkah dengan kaku. Tapi toh ayahmu gak malu, ayahmu akan terus seperti itu sampai kamu lelah untuk tertawa. Dan pada akhirnya, ketika sampai di rumah, kamu akan menuntut ayahmu untuk melakukan itu lagi. Terus. Tanpa menemukan titik henti.

Ya, tentunya masih banyak lagi hal menyenangkan di masa kanak-kanak yang gak bisa kita jumpai di masa remaja. Di masa kanak-kanak kita bisa bebas meluapkan ekspresi, bisa bebas melakukan hal bodoh tanpa harus takut mendapat cacian dari orang lain. Dan pada masa kanak-kanak, semua hal yang kita lakukan selalu tampak benar, toh kalo kita melakukan kesalahan, orang lain akan memaklumi, karena mereka pikir kita ini masih kecil, masih belum tau apa-apa.


Dan pada akhirnya kalian akan sadar, betapa indahnya masa kanak-kanak, betapa indahnya ketika melihat ibumu membawakanmu bekal untuk ke sekolah. Betapa indahnya ketika orang tuamu mengajak kamu bertamasya ke Taman Kota, atau tempat-tempat rekreasi yang kamu suka. Dan tentu saja, betapa indahnya ketika mendapati orang tuamu tertawa lepas karena melihat kamu sedang melakukan hal-hal lucu seperti melompat, berguling, atau hand-standing. Mereka pun tak akan jemu-jemu untuk mengambil sebuah camera, dan mengabadikan semua momen yang sedang terjadi. Ah, sungguh lucu. Sungguh seru. Sungguh menyenangkan.



***

Dan kini, ketika kita sudah memasuki usia remaja, kita akan tersenyum kecil saat mengingat semua kejadian lucu yang pernah dialami. Kejadian sederhana yang mungkin akan terus membayangi masa-masa remaja kita. Seperti..

Ah, tampaknya ini yang sedang saya alami sekarang. Selalu terpuruk meratapi masa kanak-kanak. Membayangkan tentang kebahagiaan yang sederhana. Membayangkan tentang senyum orang tua yang masih terlihat muda. Tentang masa dimana saya menghina orang tua saya tanpa memikirkan perasaan mereka, “Ibu ini gimana, sih? Aku ‘kan udah bilang, jangan jemput aku ke Sekolah! Malu tau sama temen-temen sekelas!”

Dan saya yakin, kamu pun pernah melakukan hal yang sama. Selalu takut dianggap ‘bocah’ oleh teman sekelas. Selalu malu, ketika teman sekelas menjumpai kamu sedang mendapat perhatian lebih dari orang tuamu. Toh meski begitu kamu nggak akan pernah kehabisan akal, kamu akan terus berkilah, berkilah, dan berkilah, “Ih, apasih kalian! Gue bukan anak kecil lagi! Emang dasar emak gue aja kurang kerjaan. Ngapain coba jemput anaknya ke sekolahan. Padahal ‘kan gue bisa pulang sendiri. Secara gue udah gede. Udah mandiri. Bener gak?” dan pada saat itu kamu akan berlagak bak seorang boss yang sedang menunjukan jati dirinya, berpose se-arogan mungkin dengan menaruh kedua tangannya di pinggang.

Masa kanak-kanak, masa dimana kamu sudah tidak mempedulikan cahaya matahari lagi, masa dimana kamu sulit untuk membedakan kapan saatnya bermain, dan kapan saatnya beristirahat. Saat itu, kamu rela mengorbankan warna kulitmu menjadi hitam hanya karena ingin mendapat kesenangan dari alam. Kesenangan yang sengaja Tuhan ciptakan untuk anak-anak kurang mampu yang ingin mengasah bakat dan kreatifitasnya.

Dan saya pun masuk ke dalam semua itu. Saya terlahir sebagai anak yang biasa saja. Anak yang hidupnya serba pas-pasan. Mungkin jika teman sebaya saya saat itu sudah bermain sepeda, saya hanya bisa melukis ‘sepeda’ barusan di atas selembar kertas. Kemudian saya akan menaruh sebuah pesan singkat di atas sepeda itu. Seperti: Suatu saat nanti Allah bakal ngasih sepeda ini ke aku. Aku yakin Allah baik.

Tapi mau gimana lagi? Hidup sebagai anak kurang mampu itu sungguh berat. Kalo temen-temen dapet mainan bagus, kita cuma bisa nonton. Mau minjem, tapi takut rusak. Boro-boro buat ngeganti tuh mainan, buat beli sendiri aja susah!

        Dulu, saat saya masih duduk di bangku kelas 5 SD, ada salah satu temen saya yang bilang: “Han, mobil remote-control yang model Formula-1 keren deh.. harganya dua ratus ribu. Kalo nabung, palingan nggak nyampe sebulan. Iye, kan?” Saya hanya bisa mengangguk, padahal jika dipikir-pikir, mana mungkin saya bisa mengumpulkan uang segitu dalam waktu sebulan, sedangkan saya hanya membawa uang seribu rupiah perharinya? Iya, sekitar tahun 2004, mainan mobil RC memang sedang marak-maraknya, tiap anak punya, tiap remaja punya, tiap orang dewasa juga punya. Saya sendiri nggak heran kalo mereka semua sangat menyukai mainan mobil RC. Bagaimana tidak? Kita bisa menyetir mobil, tanpa harus masuk ke dalamnya. Kita hanya disuruh mengendalikannya menggunakan remote-control yang telah terkoneksi oleh mobil tersebut. Keren…

        Bagaimana dengan saya? Ah… kalian pasti sudah tau. Saya hanya bisa menontonnya dari kejauhan. Berharap salah satu dari mereka bersedia meminjamkan mobil RC-nya kepada saya. tapi toh semua angan-angan itu seolah nggak didenger sama Tuhan. Sampe mereka selesai bermain, saya masih setia duduk di tribun lapangan tanpa memainkan mobil RC milik teman saya.

        Sampai pada akhirnya, saya memberanikan diri untuk meminta mainan tersebut ke ibu saya.

        “Bu, aku boleh minta sesuatu?” kata saya, sambil menyeka kening yang tak berkeringat.

        “Minta apa, nak?”

        “Ibu ada uang?”

        “Alhamdulillah ada. Kamu mau beli sesuatu, ya? Beli apa? Gambaran? Yoyo? Atau mau beli makanan? Kalo mau beli makanan, yang murah-murah aja, ya.. yang di pinggir jalan gitu. Hehehe ibu ndak punya uang soalnya..”

      “A-aku mau beli…… uhm… nggak, bu! Nggak mau beli apa-apa, kok. Hehehe. Oh, ya.. aku mau benerin sepeda aku yang rusak dulu ya, pedalnya retak, jadinya susah buat digenjot, bu..”

         “Bawa ke bengkel aja, Han..”

      “Nggak usaaaah, selagi masih bisa dibenerin sendiri, kenapa harus dibawa ke bengkel? Mendingan uangnya ditabung. Lumayan. Buat  modal umroh! Hehehehehehehe…”

        “Ah, kamu… bercanda aja bisanya..”

        “Bercanda bukannya nama penyanyi dangdut, bu?”

        “ITU DENADA!”

Kemudian kami berdua sama-sama melepas tawa.
Soal mobil RC? Ah.. mendadak saya tidak tega untuk mengatakannya. Ada sedikit keraguan yang mengganjal dalam benak saya ketika saya harus berkata: “Bu, aku mau beli mobil RC, harganya dua ratus ribu. Hampir semua temanku punya..” Percayalah, ibu saya hanya akan mengangguk dan menjawab dengan pelan, “I-iya, nak. Nanti ibu belikan, ya. Kalo ayah udah punya uang..”

Dan setelah dua bulan berlalu, saya masih belum mendapatkan benda itu. Ibu masih belum bisa membelikannya. Saya nggak nuntut, saya hanya berfikir positif, jika ibu belum bisa membelikannya, itu tandanya ayah emang bener-bener ndak punya uang.
Bahkan saya sendiri ndak tau, sampai kapan ayah ndak punya uang?


***

Lima bulan berlalu. Saat itu saya baru saja tiba di depan rumah. Ibu menyambut saya dengan hangat. Senyumnya seolah melepas segala kelelahan yang ada..

“Han.. sini masuk..” sergah ibu, lembut.

“Iya, bu. Sebentar lagi, aku mau ngelepas tali sepatu dulu. Tadi temen-temenku jail, jadinya tali sepatuku diiket mati, deh..” jawab saya, sembari berusaha melepas tali sepatu yang terikat mati.

“Wah, kamu nakal kali, jadinya temen-temen kamu pada jail, deh, sama kamu. Hehehehe. Yaudah, kalo udah kebuka, langsung masuk ke rumah, ya. Liat, ibu ngebeliin kamu sesuatu. Pasti kamu seneng.”

Dan, bener aja, baru satu langkah saya masuk ke dalam rumah, ada satu set mainan mobil RC model Formula-1, lengkap dengan poster Michael Schumacer di sampingnya. Subhanallah, Tuhan ternyata mendengarkan kegelisahan hati saya!

Saya bergegas membawa mobil RC itu ke lapangan bulu tangkis dekat rumah, tempat dimana teman-teman saya biasa mengadu mobilnya. Saya berlari dengan cepat. Sangat cepat.

“TEMEN-TEMEN, LIAT APA YANG AKU BAWAAAAA! HUH.. HUH.. HUH..” Teriak saya, sedikit ngos-ngosan, “AKU BAWA MOBIL RC, KITA BISA MAIN BARENG. IBU BARU BELIIN TADI SORE! AYUK KITA BALAPAN! AKU PASTI MENANG!”

Teman-teman saya hanya bisa mendelik heran. Menatap mobil RC yang saya pegang. Ada keheningan yang cukup panjang. Sampai pada akhirnya, ada satu teman saya yang melepas tawa, “Hahahahahaha. Masih jaman main mobil remote-control, Han? Liat nih, kita lagi main beyblade. Seru banget! Semacem gasing, tapi ada gear-set-nya. Tinggal ditarik gitu. Siapa yang bertahan lama, dia yang bakal menang! Keren banget, deh!”

Saya terperanjat. Membuka mulut lebar-lebar. Setetes air mata pun jatuh, dua tetes, tiga tetes, empat tetes. Terus, sampai saya menangis menggerung-gerung, dan teman saya sangat menikmati kesedihan saya. mereka tertawa. Ya, mereka tertawa karena mereka puas melihat saya selalu tertinggal, selalu tidak bisa bermain dengan mereka.

Tapi toh saya nggak sedih, saya masih bangga dengan ibu saya yang telah berusaha mewujudkan keinginan saya. Dan kamu semua tau, gak? Mobil remote-control itu masih saya simpen lho sampai sekarang. Beneran. Hehehe.

***

Dan pada akhirnya kamu akan sadar, hidup susah di masa kanak-kanak itu jauh lebih indah, ketimbang hidup susah di masa remaja. Di masa remaja, semua beban menjadi tanggunganmu. Ibu atau ayahmu tidak memiliki hak untuk menanggung segala beban hidupmu. Karena mereka juga punya kehidupan masing-masing. Sebenernya boleh-boleh aja sih ortu kamu nanggung semua beban hidupmu. Tapi kalo begitu, kapan kamu bisa hidup mandiri? Kapan kamu bisa ngejalanin hidup ini tanpa bantuan dari orang tua? iya, kan? Hehehe…

Kamu pun akan sadar jika hidup ini seperti roda yang berputar. Cepat atau lambat kamu akan menggantikan posisi orang tuamu. Yang semula mereka merawat dan melindungi kamu, kini harus berbalik, kamu yang akan merawat dan melindungi mereka sampai waktu yang akan menentukan.

Masa kanak-kanak, masa dimana kamu bisa bebas terbang seperti elang, memangsa setiap harapan yang ada. Menukik, namun tidak takut jatuh. Melambung, namun tidak takut terbawa angin. Semuanya terlihat rendah, semuanya terlihat sepele. Karena ketika kanak-kanak, kita selalu sadar, kesenangan sejati di dapat dari imajinasi, semakin sering kita berimajinasi, semakin banyak pengalaman hidup yang kita dapat.

       Dan pada akhirnya, kamu harus mengucapkan selamat tinggal pada masa kanak-kanak. Karena toh sejatinya kamu sudah dewasa, sudah memiliki kehidupan baru. Jangan larut pada kenangan masa lalu. Ayo, bangkit! Kejar semua impian kamu! Impian yang sudah kamu tanam sejak dulu, sejak kamu masih ada dalam dunia kanak-kanak..

11 komentar:

  1. Baru baca paragraf pertama aja udah sedih gini.

    BalasHapus
  2. Masa kanak-kanak, hanya bisa dikenang, ga bisa diulang.
    Hidup ini cair. Semesta ini bergerak. Realitas berubah.

    BalasHapus
  3. itu bagian yang bentak ibunya waktu jemput di sekolah ngga pernah kayak begitu sih. kamu mobil rc ya? saya dulu rumah boneka barbie yang harganya 500ribu yang sampai sekarang ngga pernah aku punya. hehe

    BalasHapus
  4. Masa kanak-kanak, dimana masa kl nakal dikit aja pasti bilang, "Yakan masih anak-anak", atau engga ya, "Namanya juga anak-anak".

    BalasHapus
  5. Aduh postingannya :')

    Makasih udah nulis ini. Masa kanak-kanak emang masa yang paling indah.

    BalasHapus
  6. Duh, kalo inget masa kanak-kanak emang suka senyum-senyum sendiri bahkan sampai ketawa.

    BalasHapus
  7. Masa kanak-kanak itu cuman menjadi kenangan yang akan kita ingat di kala tua nanti :D

    BalasHapus
  8. apalagi kalo udah lulus kuliah, haduuuuu itu rasanya mau balik lagi teruuuus ke masa kanak-kanaaak

    BalasHapus
  9. tentu masa yang paling membahagiakan masa kanak-kanak :') Alhamdulillah masa kanak-kanak saya teramat berkecukupan. btw,tiba-tiba rindu banget mau peluk ibu :')

    BalasHapus

“Either positive or negative comments are good because it shows I am still relevant.” – Justin Guarini