5 Jan 2014

Jika Indonesia Menjadi Tuan Rumah World Cup

     Waduh, nggak kerasa, udah 2014 aja. padahal 2013 kayaknya baru kemarin. Eh, sekarang udah tamat. Nggak seru juga, soalnya di tahun 2013 banyak resolusi yang belum kesampean.

        Sebenernya salah kita juga, sih, kenapa selalu ngebuang-buang waktu. Misalnya pas lagi libur, kita selalu ngabisin waktu buat seneng-seneng; main games, pacaran, tidur, online, dan sebagainya. Padahal aktifitas itu sama sekali nggak ada gunanya, nggak bisa bikin kita kaya, kan? Kalo misalnya tidur bisa bikin kita kaya, pasti dunia  ini akan kehilangan sosok orang-orang miskin.  Wong cara biar kaya itu mudah, kok. Tinggal tidur!

        Eh, iya. Buat cowok-cowok, tahun 2014 ini ada event besar, lho. Ada yang tau, gak, event apa? Hayoo, tebaaaaak.
.
PEMILU, HAN!

        Bukan, bukaaan.. ayo, coba dipikir-pikir lagi. pokoknya event ini ditunggu-tunggu oleh penduduk Dunia, deh. Udah tau, belum?

IYA, GUE TAU! PASTI HARI KEMERDEKAAN!

        Ya’elaaaah, hari kemerdekaan, mah, tiap tahun emang ada, kali. Oke, gue kasih tau. Jadi, tahun 2014 ini ada event besar Dunia yang diadakan 4 tahun sekali. Event ini menggaet 32 Negara untuk berpartisipasi di dalamnya. Nah, udah tau belum sekarang, yang gue maksud itu event apa?

WORLD CUP BRAZIL?


Nah, itu tau! Akhirnya peka juga sama clue yang gue kasih. Jadi ceritanya kemarin gue abis ngobrol sama ayah gue, perihal World Cup yang sebentar lagi dimulai. Terlebih tingkat fanatisme ayah gue cukup tinggi dengan adanya event ini. Maklum, namanya juga udah tua. jadi yang beliau apal cuma pemain-pemain rapuh, yang usianya sudah menyentuh se-pertiga abad. Seperti: Andrea Pirlo, Steven Gerrard, Frank Lampard, John Terry, Xavi Hernandez, B.J. Habibie, Bung Hatta, dan masih banyak lagi. pokoknya cuma pemain-pemain tua yang masih aktif di Negara maupun klub-nya, deh.

***

Pembicaraan gue sama ayah gue semakin menjadi-jadi, saat itu, disudut kota Jakarta, gue menrawang daerah sekitar, sempat terbesit ide-ide yang entah penting, atau tidak. Tapi gue nggak peduli, gue nyoba buat nuangin apa yang gue pikirin ke ayah gue.

“Ayah, coba liat disana, deh!” Kata gue, sambil menunjuk ke arah per-empatan jalan, “Kalo keadaannya kayak gitu, apa mungkin kita bisa jadi tuan rumah World Cup selanjutnya?”

“Iya, ya..” ujar ayah gue, “Macet dimana-mana, polusi dimana-mana, penjahat juga dimana-mana. Padahal Negara kita cuma butuh tiga elemen doang, lho, kalo mau jadi tuan rumah World Cup.”

“Apa aja, Yah?”

“Keamanan lingkungan, ketertiban lingkungan, dan yang terakhir, kebersihan lingkungan. Tapi gimana lagi, wong Negara kita nggak punya ketiganya, kok.”

Gue terkesiap, mencoba bertanya dengan nada canggung, “Tap-tapikaaaan.. Indonesia bisa berbenah diri, Yah.”

“Udah telat, Han. Udah telat!” cetus ayah gue, dengan sedikit memberikan senyuman khas-nya.

Tapi kalo dipikir-pikir emang bener juga, sih. Indonesia yang sekarang, udah beda sama Indonesia yang dulu, perbedaan itu semakin kontras, setelah kita melihat jumlah penduduk yang membludak pesat.

Bukan cuma itu, tingkat terorisme di Indonesia juga cukup tinggi, kayaknya pemain-pemain dari tiap Negara bakal mikir dua kali, deh, kalo World Cup beneran diadain di Indonesia. Pengen tidur di Hotel juga mana bisa nyenyak, yang ada di pikiran mereka cuma satu: kira-kira, besok kita masih hidup, gak, ya?

Begitupun kualitas transportasi. Apakah transportasi Indonesia sudah layak dikenal dunia? Alaaaaaa, jangan jauh-jauh, deh. Coba kalian liat tansportasi jagoan Ibukota –yang katanya punya jalur sendiri itu, masiiiiiih aja kejebak macet. bukan kejebak, sih, sebenernya. Hanya saja jalur yang sudah disiapkan, tidak sepenuhnya bisa dipakai. Karena apa? Ya karena pengendara lain, yang hobinya make jalur Trans-Jakarta untuk sekedar kebut-kebutan. Hiks!

Lain lagi dengan kendaraan umum yang berbasis individu, seperti: ojek, angkot, taksi, metromini, dan lainya, mereka bakal masang tarif yang gila-gilaan. Jangankan bertepatan dengan event akbar, wong hari-hari biasa aja mereka suka seenaknya, kok, masang tarif kendaraan.

Seperti apa yang gue rasakan seminggu yang lalu. Waktu itu, gue menyempatkan diri untuk menghadiri pertandingan futsal sodara gue, beralamat di gedung olahraga, daerah Kemayoran. Kebetulan matahari sedang terik-teriknya. Gue dengan langkah gontai mencoba mencari kendaraan umum yang lewat. Dan berakhir pada penantian panjang.

15 menit membosankan itu berlalu dengan lambat, sampai pada akhirnya sebuah bajaj tua tampak dari kejauhan. Sontak gue menghampirinya dengan wajah sumringah.

Setelah sampai di hadapan bajaj tua barusan, gue mendapati abang bajaj yang sedang asik mengatur posisi spion. Lantas gue menepuk pundaknya, sekaligus berkata pelan, “Maaf, bang…”

“Ey, Tong! mau naik bajaj?” ujar abang bajaj, sembari menyeka keningnya yang berkeringat.

“Bukan, bang. Saya mau nonton bioskop! Hiks, ya’iyalah, pastinya mau naik bajaj.” Canda gue, setengah keki.

“Mau pergi kemane, tong? Ayok, gue anter sekarang.” Ujar abang bajaj, “Bentar, ye. Mesinnye belon gue nyalain.” JEGRENG GRENG GRENG GRENG! Dinyalakannya mesin bajaj tua barusan. Suara mesin yang berisik seolah menjadi backsound negosiasi kami.

        “Saya mau ke gedung olahraga, bang.” Saut gue, “Tuh, yang ada di sebelah sana. Nggak jauh dari minimarket seberang jalan.”

        “Oke, nyok kita jalan.” Cetus abang bajaj.

        “Tunggu dulu, ongkosnya berapa, nih?”

        “Dua puluh ribu!” abang bajaj berkata spontan.

     “Buset, mahal bener?” sontak gue kaget, “Goceng aja, ya. Tuh, liat, puncak gedungnya aja udah keliatan dari sini.”

     “Enak aje! Noh, matahari juga keliatan dari sini, mau lo gue anter kesana?!” maki abang bajaj, ketus.

        Gue terlanjur keki duluan, mendingan gue jalan kaki aja, deh, ketimbang naik bajaj kapitalis barusan.

        “Jadi kagak, tong?”

     “KAGAK, BANG! MENDING SAYA MATI AJA, DEH!” cetus gue, sembari nyelonong pergi ke-arah gedung olahraga.

        Nah, siapa yang nggak sebel coba, sama kualitas transportasi di Negara kita? Mau pergi kesini, negosisasi harga. Mau pergi kesana, negosiasi harga. Semuanya serba negosiasi. Ribet.

        Ouh, jadi gini aja, deh. Berikut gue hadirkan bukti-bukti kalo Negara kita memang belum siap untuk menjadi tuan rumah World Cup (ps: hal berikut dibahas secara perbandingan, dengan cara meng-compare Negara Indonesia, dengan Negara luar –yang memang sudah maju), nih:

1.   Kualitas Lapangan

Rumputnya alus, enak buat guling-guling.

"AWAS! RUMPUT ITU AKAN MEMBUNUHMU!"

Pertama, kita bahas soal lapangan. Karena kita semua tau, kalo lapangan adalah syarat utama dalam permainan sepakbola. No stadium, no game.

Pernahkah kalian memperhatikan rumput lapangan Eropa, lalu berasumsi kalau sebenarnya itu bukan rumput, melainkan karpet yang di-design sedemikian rupa, agar terlihat seperti rumput? Duh, aduuuuh. Kalo iya, berarti kalian salah besar. Karena itu memang rumput, bukan karpet. Hanya saja mereka memakai jenis rumput artificial grass atau biasa disebut sebagai rumput sintetis. Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat rumput sintetis ini adalah bahan polyethylene. Bahan yang dibuat melalui proses polimerisasi radikal, adisi anionic, adisi kationik, dan ion koordinasi. Sehingga lapangan terlihat sangat alus, dan rata. Wow!

Bagaimana dengan Negara kita? Ya, based on foto di atas, sepertinya Negara kita memang jauh tertinggal oleh Negara-negara eropa. Karena pada dasarnya, kita masih memakai rumput hasil taneman, atau rumput-rumput liar, yang kalo pemain jatuh, terus kena rumput, bukannya ketahan, tapi malah mati. Badannya abis di gragotin sama rumput. Lagian, siapa suruh nginjek-nginjek rumput liar. Kan rumput juga bisa marah.
Wah, berarti rumput lapangan Indonesia angker juga, ya?

Ets! Tunggu dulu! Indonesia juga lagi berbenah diri, kok. Mereka udah mulai meninggalkan rumput liar, dan beralih pada rumput yang lebih baik. Kalo nggak salah, sih, namanya Zoysia Matrella Grass gitu. Jadi rumput ini media tanamnya di pasir, dan banyak tumbuh di Negara Indonesia. Jadi rasa-rasanya Negara kita nggak perlu import rumput, deh. Oh, iya, fyi aja nih, katanya perawatan rumput jenis Zoysia ini murah, lhoo. Cuma Rp 60.000/meter. Hmm….

So, kita tunggu aja nanti, kalo lapangan Indonesia nggak bisa move on dari rumput liar, siap-siap aja banyak pemain top Eropa yang mati di lapangan. Di gragotin sama rumput liar. Hiiiiii…. Syereeeem! Hehehehe.

2.   Kualitas Transportasi dan Lalu Lintas

London, United Kingdom.

Jakarta, Indonesia.
"Minggir, woy! Gue buru-buru, istri gue mau lahiran!"

Seperti apa yang gue singgung di awal, kalo transportasi dan lalu lintas Negara kita ini cukup mengkhawatirkan. Kacau, gak tertata rapi. Jangan jauh-jauh, deh. Coba kalian liat di lampu merah. Padahal waktu-nya masih sisa 3 detik, tapi kendaraan udah pada nyelonong aja. padahal, kan, bahaya. Malahan dulu Jose Mourinho pernah bilang: “Sepak bola butuh kedisiplinan, jika dalam lalu lintas saja Indonesia tidak bisa disiplin, bagaimana dengan sepak bola-nya?” #Jleb.

So, jika benar Indonesia menjadi tuan rumah World Cup, pasti hampir seluruh laganya akan dimainkan di Jakarta. As you know, lah. Kalo keadaan lalu lintas Jakarta itu kayak apa. Semrawut. Ribet. Bikin kesel.

Bayangin aja, di Jakarta, jumlah kendaraan sama jumlah penduduknya hampir sama, malahan menurut prediksi, lima tahun yang akan datang, jumlah kendaraan akan lebih banyak ketimbang jumlah penduduk itu sendiri. Kan serem. Kalo luas wilayah Jakarta semakin hari semakin bertambah, sih, gak apa-apa. Lah, ini.. kiri-kanan isinya pedagang kaki-lima, otomatis lebar jalan raya nggak bisa kita nikmati seutuhnya. Hih, Keparat! (lho?).

Coba bandingkan dengan kondisi lalu lintas di Negara-negara maju, yang selalu mengutamakan kedisiplinan dan kerapian berkendara. Mobil berjalan pada rutenya, sepeda berjalan pada rutenya, pun bagi pejalan kaki, yang selalu tau kapan saat yang tepat untuk menyebrang jalan. Kalo di Jakarta? Idiiiih, mau jalan macet kek, sepi kek, mereka cuma bisa menegakkan tangan, lalu dicondongkan ke depan, seolah mereka adalah pemilik jalan raya itu sendiri. Endingnya? Ya lalu lintas jadi semrawut, apalagi pengendara motor yang suka nggak tau diri kalo lagi ngebut. Mau ada lampu merah, lampu kuning, lampu Phillips, lampu neon, apa ajalah, pasti mereka terobos. Gila emang!

So, dari segi ini, kayaknya Negara kita memang belum pantas, ya, untuk jadi tuan rumah World Cup selanjutnya. Coba kita sedikit berkhayal. Seandainya Gelora Bung Karno dipakai saat laga final, bagaimana nasib jalan Sudirman? Pasti macet total. Kasian pemain-pemain yang pengen tampil, masa iya, dari hotel ke GBK kudu naik jet pribadi. Kan nggak mungkin. Tapi kalau mau naik transportasi darat, konsekuensinya bakal telat. Kan gokil, kalo pertandingannya diundur terus lantaran macet yang tak berkesudahan. Hihihihi…

3.   Kualitas SDM

Yang terakhir adalah kualitas SDM, kita semua tau kalo kualitas SDM di Negara kita ini kurang baik. Karena pada kenyataannya, masih banyak dari kita yang selalu ingin menang sendiri. Kayak bocah kecil gitu. Rebutan inilah, rebutan itulah. Pokoknya lucu, deh. Kadang suka aneh sendiri kalo ngeliat warga kita berantem cuma karena hal sepele. Misalnya, saling membandingkan pacar, mana yang lebih outstanding, mana yang lebih cupu. lalu membicarakan kekurangannya, alhasil ada satu pihak yang ngerasa nggak terima, terus berantem, tonjok-tonjokan, tending-tendangan. Hidiiiiih, alay banget, kan?

Nah, terus bagaimana jika World Cup memang benar diadakan di Indonesia? Apa kalian yakin kalo penonton di stadion bakal aman? Apa kalian berani jamin, kalo pertandingan akan berjalan lancar sampe pertandingan berakhir? Mari kita berkaca pada kasus Indonesia Super League.

Pernah denger kisruh pendukung PERSIB-PERSIJA, kan? Nah, bisa jelasin, gak, kenapa kisruh itu harus ada? Apa yang melatar-belakangi kisruh itu? Dan apa tujuan utamanya? Well, kalo duel satu Negara aja warga kita bisa saling bunuh, apalagi duel antar Negara? Ancur kali. Lagian emang warga kitanya aja, sih, yang sok keren. Bikin onar, dibilang keren. Bikin kisruh, dibilang keren. Bikin masalah, dibilang keren. Pokoknya selalu membelakangi anggapan orang normal, deh. Apa yang kita anggap baik, maka akan dianggap sebaliknya oleh mereka. Makanya sebel juga kalo berhadapan sama orang kayak gini, ngobrol apa aja gak pernah klop. Hiks!

Dan bodohnya adalah, warga kita selalu menjadikan aktifitas brutal sebagai hobi. Katanya, sih, untuk mencerminkan ekspresi mereka di depan umum. Tapi, kan, gak gitu juga. Emang dipikirnya perbuatan mereka itu baik? Jelas-jelas bikin susah orang lain. Ih, emang susah, sih, kalo udah bawaan dari lahir, mah.

Belum lagi ancaman teroris, yang acap kali muncul disaat tak terduga. Bisa dipastikan, kalo selama pertandingan, lapangan akan dijaga ketat oleh ratusan, bahkan ribuan petugas pengaman. Pernah ngebayangin, gak, kalau seandainya Israel ketemu sama Amerika Serikat di laga terakhir World Cup? Beeh, gimana jadinya coba kalo dua Negara ini beneran ketemu? Bukannya apa-apa, kita semua, kan, tau kalo Teroris paling sensi sama dua Negara ini, yahudi katanya. Jadi kalo pertandingan ini beneran terjadi, maka pertumpahan darah akan mewarnai jalannya pertandingan. Teroris bakal masang banyak alat peledak. Ada bom waktu, bom cluster, bom atom, petasan korek, petasan jangwe, kembang api taun baru, wuih, pokoknya banyak, deh.

Well, dalam hal ini, kita jelas masih belum siap, ya. Jadi jangan terlalu ngarep. Hehehehe…

Nah, hayooo.. jadi gimana? Udah pantes atau belum, nih, Negara kita jadi tuan rumah World Cup?

Eits! Jangan dijawab dalem hati, mendingan dijawab di comment box aja. Mihihi..

14 komentar:

  1. LUCUK! Gw suka banget sama cara jelasinnya, terus cara berceritanya jg asik banget.

    BalasHapus
  2. HAHAHA gak bisa lupain kalimat ini :
    "Dan bodohnya adalah, warga kita selalu menjadikan aktifitas brutal sebagai hobi."

    BalasHapus
  3. emangnya harus di ibukota? harus di Jakarta? kayaknya enggak deh...........

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi saya yakin, kalo hampir semua laga-nya akan diadakan di Ibukota Jakarta. :))

      Hapus
  4. hahaha setuju. gua dulu juga sempet ngira kalo rumput di stadion eropa itu karpet, gak taunya beneran rumput. heleh. gua juga dulu sempet seneng pas Indonesia katanya mau nyalonin diri jadi tuan rumah. meskipun gua gak terlalu suka sama permainan sepak bola, tapi gua seneng kalo ada event kayak gini. hahahahaha tapi yasudahlah.

    BalasHapus
  5. Ih, bagus coy postingannya (nabila)

    BalasHapus
  6. Hahaha, bener nih pemikirannya.. Terutama kualitas Lapangannya itu loh-_-

    BalasHapus
  7. wkwkwk tong tong :ngakak: visit balik ya bang

    BalasHapus
  8. PSSI aja awut-awutan, ngurus persepakbolaan dalam negeri aja belum becus.

    BalasHapus
  9. indonesia jadi tuan rumah ntar,
    ntar kalau piala dunia udah di planet laen
    hahahah

    BalasHapus
  10. hahaha iya tong, setuju gue sama lo... :D
    Nah untuk lebih baik mulai dari diri sendiri. nggak bisa kita ngedumel ngeluh orang lain nggak bener kalau diri kita nggak bener :D..

    BalasHapus
  11. amin semoga jadi kenyataan yah, owh jgn lupa yah follow balik bang :D

    BalasHapus
  12. belom pantes.. tapi kalo mau usaha, pasti pantes. :)))

    Follback, ya..

    BalasHapus
  13. hahaha. setuju ;)
    susah indonesia jd tuang rumah

    BalasHapus

“Either positive or negative comments are good because it shows I am still relevant.” – Justin Guarini