1 Des 2013

Suratku, Untuk Pak Joko Widodo

Kepada Yth,

Bapak Joko Widodo
Gubernur Jakarta
Di Tempat

Dengan hormat,

Hallo, Pak Jokowi, gimana kabarnya? Sehat? Alhamdulillah. Sebelumnya saya ingin mengenalkan diri saya dulu, nama saya Septian Farhan Nurhuda, tapi bapak bisa panggil saya Farhan, Tian, atau Torres. Ya, bapak tau, kan, kalo nama lengkapnya Torres, itu, Farhando Torres? Oh, sorry, itu Fernando, ya.

Saya ingin memberi masukan kepada bapak, perihal kondisi jalan raya di Jakarta yang semakin lama, semakin menggila. Sebelumnya, saya tanyakan kepada bapak, apa yang bapak rasakan saat terjebak macet? Ya, saya tau, pasti bapak merasa kesal, apalagi jika istri bapak tidak SMS, dan menanyakan “Kamu dimana, baby?.” Ugh, biarkan saja, bapak tak perlu membalas SMS-nya. Percayalah, istri bapak akan tau lewat akun Foursquare yang bapak punya. Sorry, saya jadi ngaco.

Berbicara masalah kondisi jalan raya, saya tidak bisa menyalahkan kebijakan bapak, walau sejatinya, saya seringkali berkilah dalam hati, dan merasa jenuh, lantaran macet yang makin hari bukannya membaik, malah semakin buruk.


Tapi, taukah bapak, kalo sejatinya, masalah terbesar yang dialami kota ini bukan-lah kemacetan lalu-lintas, melainkan…. Krisis finansial! Ya, Jakarta sudah semakin sempit, bahkan luas wilayah, pun, sangat tidak setara dengan jumlah penduduk yang membludak pesat. Imbasnya, banyak penduduk yang menjadi pengangguran, lantaran tidak mendapat pekerjaan. Oleh karena itu, saya tanyakan kepada bapak, lebih bahaya mana, kemacetan lalu-lintas, atau kemacetan finansial penduduk?

Bingung, ya?
Calm down, pak, calm down, sebagai alumni STM jurusan Teknik Komputer, saya merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan itu, saya telah melakukan banyak pengamatan, semoga saja bapak bisa merenungi, lalu mengambil point dari pengamatan saya, bukan hanya tertegun kaku. Lalu tidak mengambil sikap.

Jadi begini, pak Jokowi yang unyu, permasalahan kota ini bukan terletak pada kurangnya jumlah lapangan kerja, karena pada dasarnya penduduk bisa melakukan usaha berbasis individu (baca: Berwirausaha). Jadi, sebenernya letak permasalah ini sama-sekali bukan karena kurangnya Instansi yang menyediakan lapangan kerja, ya, pak. inget, tuh.

Ehem, jadi gini..
Bapak pasti bertanya-tanya, apa sebenernya penyebab utama dari permasalahan ini.  Bukan begitu, pak Jokonyu? Atau mungkin bapak menerka-nerka jika inti permasalahan ini hadir, karena banyak perusahaan asing yang cabut dari Jakarta, dan membuat karyawan-karyawannya terlempar, dan menjadi pengangguran. Oh, kalau seperti itu, bapak jelas sangat salah! Tanpa bapak sadari, inti dari permasalahan ini hadir dari hal yang tidak diduga-duga. Apakah itu? Ya, tidak lain dan tidak bukan adalah… Olga Syahputra! Wuaaaah, pasti bapak bingung, ya? Tenang, saya juga bingung, kok. Malahan, guru ngaji saya juga ikutan bingung. Iya, guru ngaji saya hobinya emang bingung. Waktu ditanya “Lebih indah mana? Syurga, atau Trans Studio Bandung?” Eh, dia malah diem. Aneh, kan, pak?

Oke, fokus ke main-problem, ya.
Kita berbicara soal kapabilitas Olga di dunia hiburan tanah air. menurut saya, dia adalah komedian yang cukup unik, walau hobinya lenggak-lenggok pinggang, tapi tetep aja unik. Pembawaannya santai, walau terkadang perkataannya sedikit melukai perasaan orang lain.

Tapi, taukah, bapak, berapa honor Olga dalam mengisi suatu program televisi?
Ya, saya pernah mendapatkan info -dari salah satu forum, kalau honor Olga tidak kurang dari Rp 60.000.000, lhooo. Sebulan? Uh, tunggu dulu. 60jt adalah honor yang Olga terima per-episodenya. Dan menurut data penyiaran, Olga mengisi 6 acara tiap harinya. Mari sedikit berhitung, pak. jika Olga menerima 60jt per-episode, dan tiap hari dia mengisi 6 acara, itu sama aja dia menerima honor Rp 360.000.000 (tiga ratus enam puluh juta rupiah) per-hari! Waw sekali, bukan? Bagaimana jika sebulan? Ya, tentu saja dia akan menerima honor Rp 10.800.000.000 (sepuluh milyar delapan ratus juta). Bujubuneeeeng! Sabar, pak, sabar! bapak nggak usah iri. Yang terpenting adalah, apa yang bisa Olga lakukan dengan uang segitu banyak?

Ya, bapak benar! Tidak ada yang bisa Olga lakukan, kecuali menyumbangkan sebagian honornya untuk mereka yang membutuhkan. Pertanyaannya, apakah ada relasi khusus antara ‘menyumbangkan sebagian honor’ dan ‘krisis finansial’ yang melanda Jakarta? Oh, jelas ada, pak! gak percaya? Saya jelasin lagi, deeeeh…

Bapak pernah melihat program YKS? Pesbukers? Atau mungkiiiin, program musik Dahsyat? Ugh, pasti sudah pernah, kaaaan? Nah! Di ketiga acara itu, ada satu momen dimana Olga mengundang penonton ke atas stage, lalu memberikan uang secara cuma-cuma. Imbasnya, banyak penonton (dari berbagai profesi) yang hadir ke studio program tersebut, dan meninggalkan daily activity-nya. Sooooooo, semua ini berdampak buruk pada pekerja yang merasa dirinya diuntungkan, lalu membuat komparasi, membandingkan ‘upah kerja’ dan ‘hadiah kuis’. Ya, dia akan berasumsi: “Mendingan ikut program yang diisi sama Olga, lumayan, tiap hari dapet sejuta. Daripada gue kerja jadi kuli, sehari palingan cuma dapet 45rb, itupun belom buat beli Kratingdaeng!”

Tidak hanya itu, bayangkan, jika karyawan di suatu perusahaan asing memutuskan untuk pergi (resign), lalu memilih untuk menonton program yang diisi oleh Olga, lantas, bagaimana nasib perusahaan itu? Ya, mereka akan cabut dari Indonesia, jika ini terus terjadi, maka Jakarta akan bersih dari perusahaan asing. Dan bila kita berpikir jauh, ketika perusahaan asing sudah mulai kabur, dan masyarakat Jakarta menggantungkan hidupnya pada Olga, maka saat itulah Jakarta akan hancur, Pak! Akan hancur! Bagaimana tidak? Seorang public figure pasti memiliki masa jaya, dan masa tenggelam. Jika Olga sudah menua, lalu memutuskan untuk keluar dari dunia hiburan, lantas, bagaimana nasib penduduk Jakarta? Pasti mereka hengkang dari Ibukota, dan memilih untuk mencari pekerjaan lagi diluar kota. Dan siapa yang paling dirugikan? Tentu saja anda, Pak Jokonyu! Karena anda mungkin akan ditinggalkan di kota Jakarta, seorang diri. karena belakangan ini diketahui ternyata Pak Ahok juga ngefans berat sama Olga.
Hihihihi…

Sekiranya sampe sini dulu surat yang saya buat, tolong dipikirkan matang-matang, karena nasib kota ini ada di tangan anda, pak. Kita hanya bisa menunggu, dan merasakan hasilnya di kemudian hari. Untuk kurang dan lebihnya, saya ucapkan terima kasih.

Nb: Oh, iya, bapak main Twitter, gak? Follow saya ya, @septianfarhan. Mention aja, nanti saya follback, kok.




Salam cenat-cenut
Pendukungmu,



Septian Farhan Nurhuda

13 komentar:

  1. WUAHAHAHAHA SIALAN! SIALAN! SIALAN! BISA AJA LO BROOOOO!!! HAHAHA..........

    BalasHapus
  2. absurd banget hahaha
    tapi semoga aja ya pak jokowi nemu postingan ini xD

    BalasHapus
  3. Oh, iya, bapak main Twitter, gak? Follow saya ya, @septianfarhan. Mention aja, nanti saya follback, kok.

    ahahahahaha , , ,moga suratnya ampe tujuan sob , , ,

    BalasHapus
  4. sumpah, gue jadi jokowi langsung gue bakar nih surat #amarahmurka hahahaha :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak dibakar, kok. kan kirimnya lewat e-mail :))

      Hapus
  5. Bisaan banget. Haha
    Dan Olga tepat jadi sasaran..

    BalasHapus
  6. Hahahahaha, biadab nih postingan!
    Semoga pak Jokowi baca, deh. Paling dia cuma bisa ngakak, bukan mikirin Jakarta.
    Nah, jadi makin ruwet gini kan. Kampret.

    BalasHapus
  7. waduh bro, berani amat buat surat kayak begini. kan bahaya kalo pa jokowi baca. *mustahil yak*
    oh ya, saya udah follow blog agan. ditunggu follow back nya ya :
    http://mnafarin.blogspot.com

    buat yang lain juga, silahkan kalo mau saling follow dengan saya :)

    BalasHapus
  8. Wew, gue mahaminnya aja rada lama xD

    BalasHapus

“Either positive or negative comments are good because it shows I am still relevant.” – Justin Guarini