10 Nov 2013

Cinta Beda Agama Itu Sulit

            Di Dunia ini, hanya ada dua cinta yang sangat menyedihkan. 1). Cinta diam-diam. 2). Cinta beda keyakinan.

        Cinta diam-diam adalah perasaan mencinta yang tumbuh secara perlahan, melalui perantara hati yang salah. Banyak dari mereka yang terlibat cinta diam-diam, dan berakhir pada luka yang entah sampai kapan sembuhnya.

        Semua pasti tau, bagaimana proses manusia dalam menjalin asmara. Ya, pastinya semua itu berawal pada pengakuan perasaan, lalu berakhir pada konfirmasi pihak kedua.

        Pengakuan itu-pun sangat sederhana, misalnya: “Gue suka sama lo. Lo mau, gak, jadi pacar gue?” dan kita hanya menunggu beberapa detik untuk mendapat jawabannya. Eh, nggak juga, sih. Ada, kok, yang nunggu jawabannya sampe berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan sampe berabad-abad. Ya, sebut saja penolakan secara halus, seperti: “Uhm, pikir-pikir dulu, deh!”.

        Cinta diam-diam tak akan membawa banyak korban, karena aktifitas ini hanya membutuhkan satu korban untuk di hancurkan hatinya. Siapa korbannya? Ya, si pelaku cinta diam-diam.

        Banyak aktifitas ‘percuma’ yang mereka anggap menyenangkan, contohnya seperti mengamati setiap gerak-gerik seseorang yang sedang ia jadikan target. Baik secara langsung, maupun melalui media sosial. Bahkan si pelaku cinta diam-diam ini sangat mendetailkan apapun yang dilakukan oleh si target. Misalnya: ‘Ada satu momen dimana si target sedang berjalan di Taman, lalu dengan tak sengaja dia terjatuh, dan melukai tubuhnya sendiri’. Ya, momen barusan memang singkat. Tapi tidak, bagi pelaku cinta diam-diam. Gak percaya? Percaya, dong~



        Jadi, gini.. Saat pelaku cinta diam-diam melihat kejadian barusan, dia akan melakukan pengamatan yang sangat mendalam, lalu memisahkannya dalam detail-detail kecil. seperti:

1.   Si target jatuh di Taman yang letaknya berjarak 2,3KM dari pusat kota.

2.   Si target terjatuh pada pukul 14.07 WIB. Atau lebih tepatnya, 8 menit setelah hujan reda.

3.   Saat terjatuh, si target sedang menggenggam Ipod di tangan kanannya, dan es krim di tangan kirinya.

4.  Saat terjatuh, si target sedang menggunakan headset di telinga kanannya, dan membiarkan headset kiri-nya menggantung di atas kerah baju.

5.  Dan saat terjatuh, si target berteriak “Aawww!” dengan durasi waktu 2,07 detik.

Pengamatan di atas, sangatlah mendasar, karena pada dasarnya, sang pelaku cinta diam-diam akan melakukan apa saja, demi mendapatkan detail itu sendiri, bahkan di antara mereka ada yang sampai rela mengorbankan waktunya, hanya karena ingin mendapatkan detail kecil itu, lalu menggabungkannya pada suatu folder yang disebut perhatian. Ya, bagi mereka, aktifitas di atas adalah suatu perhatian. Padahal secara kasat mata, semua hal yang mereka lakukan itu menjijikan. Mendetailkan suatu masalah, lalu membuat suatu kesimpulan yang sama sekali nggak ada hasilnya.
Miris.

Cinta diam-diam: suatu perasaan yang tumbuh secara cepat, namun hanya bisa dinikmati oleh diri sendiri, melalui perantara hati yang salah.

***
Sama halnya seperti cinta diam-diam, cinta yang satu ini terlihat sangat sulit. Bedanya, cinta diam-diam hanya melibatkan 1 individu yang terluka, sedangkan cinta yang satu ini melibatkan 2 individu untuk merasakan luka bersama. Ya, inilah cinta terpedih yang entah Tuhan ciptakan, ato tidak. Cinta beda keyakinan.



Cinta beda keyakinan, atau yang biasa disebut cinta beda agama adalah: suatu cinta yang berawal pada masa-bodo, lalu berakhir pada jurang kebimbangan, dan enggan untuk keluar.

Bagaimana tidak? Cinta datang secara tiba-tiba, bahkan kita belum sempat menanyakan agama kita masing-masing, bahkan tidak ada keinginan untuk menanyakan itu. Terdengar agak aneh, kalo pembicaraan awal harus dimulai dengan kalimat: “Halo, boleh kenalan, gak? Uhm, Agama kamu apa?”.

So, gue selalu mendeskripsikan cinta beda keyakinan dengan awal yang selalu masa-bodo. Mereka selalu beranggapan jika cinta hanya sekadar “I love you” dan juga “I love you too”. Tak pernah berfikir jauh atas apa yang sedang mereka jalankan.

Mungkin kalimat “Udah, kita jalanin aja dulu. Nggak usah dipikirin, nanti malah pusing.” Selalu mengalun indah tiap harinya, saat sepasang kekasih beda agama berada pada puncak asmara yang begitu dahsyat.

***
Pengalaman cinta beda agama pernah gue saksikan kebenarannya. Ketika itu, Novi, temen SD gue, sedang berada pada puncak asmara, dia jatuh hati pada pria berkacamata yang rumahnya berada persis di belakang sekolah.

“Han, kenal sama cowok berkacamata yang dibelakang sekolah, gak?” tanya Novi, sambil membenarkan jam tangannya yang terlepas.

“Oh, yang rambutnya jabrik? Yang kulitnya putih? Terus, tiap kali lewat depan sekolah, selalu nundukin kepala. Itu yang lo maksud, Nov?” saut gue, detail.

“Iya!”

“Hmmm…” gue ngagguk-ngangguk, kemudian wajah kami saling berhadapan, “LO NAKSIR, YA? HAHAHA”

“Iya, Han. Tapi…”

“Tapi apa? Dia Nggak ngerespon lo? Dia cuek? Atauuuu, uhm, tunggu dulu! Jangan-jangan dia nggak suka cewek? Duh, bahaya juga, Nov” singgung gue, tak memberi ampun.

“Bukan itu masalahnya, Parhan! Gini, beberapa hari yang lalu, gue sama Shofi pergi ke toko buku di daerah Perumnas”

“Terus?”

“Disana ada Gereja, gue lupa nama gerejanya, tapi itu nggak penting, yang terpenting adalah… si cowok berkaca mata itu masuk ke dalem, gue nggak tau pasti dia itu mau ngapain, tapi satu hal yang gue tau, dia ini seorang kristiani, dan lo tau, kan, agama gue apa? Gue Islam, Han. Ini berbanding terbalik sama harapan gue di awal”

“O, Iya!” Gue bergidik, “Pria berkacamata itu emang penganut agama Kristen, katholik lebih tepatnya. Gue baru inget, nama pria itu Candra, Nov. Tiap kali kita main futsal bareng, dia selalu pake kalung salip!”

“Tuh, kaaaan. Bener gue bilang. Masalahnya…”

“Masalahnya? Masalah apa, Nov?”

“Masalahnya yang suka sama dia, tuh, banyak! Bukan cuma gue doang. Sasa, Nanda, Putri, sama Febrina juga naksir berat ama dia!”

Gue tertegun. Mencoba mengambil point penting dari penjelasan Novi barusan. Baru kali ini gue nggak berkutik nanggepin curhatan temen. Kepekaan gue dalam mengambil jalan keluar terasa hambar.

Keesokan harinya, Novi kembali melakukan hal yang sama, duduk di barisan ujung, lalu membuka jendela kelas, dan mencoba mengamati rumah ber-cat hijau di belakang kelas. Ternyata itu rumahnya Candra. Pantesan.

“HOY!” sapa gue, setengah menggertak.

“HEH, APA?!” jawab Novi, “SIALAN, LO! NGAGET-NGAGETIN GUE AJA! lanjut Novi, ketus.

“Mmmh.. okey, sorry, Nov” saut gue, “Masih ngarepin si Candra-Candra itu? Dari tadi, gue perhatiin, kayaknya serius banget ngeliatin rumah cat ijo. Itu rumahnya Candra?”

“Iye, Han. Tadi gue liat dia keluar rumah, sekedar ngasih uang ke pengemis. Uh, dia sempurna banget. Udah ganteng, dermawan pulak! Tapi sayang, kami tak sama”

“Iya, nggak sama. Kalo sama, itu namanya cinta satu jenis. Lo mau dibilang lesbian? HAHAHA..”

“Kagak lucu! Kampret lo, temen lo lagi galau, malah dibercandain!”

“Eh, iya! Bercanda, kok!” gue bergidik ngeri, “Sekarang gini, ambil jalan keluarnya. Semakin hari, gue perhatiin, elo bukannya ngebunuh rasa lo ke dia, eh, malah makin menggila. Kalo begitu, gimana hubungan kalian kelak? Bahasan tiap hari hanya mengulas masalah Tuhan, kepercayaan, dan permasalahan. Udah, deh, Nov. Nggak ada baiknya perasaan itu terus ditanem. Takutnya, Tuhan malah makin benci sama lo”

“Lo pikir, ngelupain orang itu semudah ngelupain episode sinetron. Kagak kali, Han! Banyak tingkah lakunya yang beda, gak sama seperti cowok pada umunya. Dia tulus, gue yakin banget. Ketauan kok dari cara dia memperlakukan pengemis. Itu yang gue suka” jawab Novi, berderet. “Lo emang bisa kayak dia?”

“Gu-gue? ka-kaya dia? Ya, jelas nggak bisa, dong, Nov. Gue nggak mau nuntut hidup, buat gue, tiap manusia udah dikasih jalan hidup masing-masing. Masalah jodoh, pun, gue nggak mau ribet, buat apa ribet, kitakan punya Arsitek yang ngatur segalanya”

“Arsitek?”

“Iya, lo tau siapa arsiteknya?” tanya gue, tepat di depan wajah Novi, “Dia adalah Tuhan kita, dia yang ngatur segalanya melalui cara yang berbeda”

“Tau, ah, Han” jawab Novi, bete, “Lo pikir, kenapa Tuhan nyiptain cinta, kalo pada kenyataannya dia yang kita cinta, nggak semestinya bersama kita. Gue cuma pengen deket sama orang yang gue sayang, tanpa dibatasi oleh ba-bi-bu. Bete tau, gak?”

Novi lari tergopoh-gopoh ke luar kelas, entah tempat mana yang akan dia tuju, mungkin kamar mandi? Entahlah.

Sore harinya, ketika bel kelas mulai terdengar, dan anak-anak sudah meninggalkan kelas, Novi masih tertegun bimbang di meja kelas. Alasannya sudah jelas, pasti ini gara-gara si kacamata-jabrik-ganteng itu. Bosen.

Gue duduk di halaman kelas, mencoba menunggu Novi menghilangkan kesedihannya. Matahari mulai bergeser, bergeser, dan akhirnya terbenam. Gawat, udah hampir maghrib, Novi masih di dalem kelas sendirian, padahal biasanya dia paling nggak suka sendirian, takut katanya. Ya, semenjak nonton film Bangku Kosong, dia jadi parnoan, liat bayangan sendiri aja, takut.

Gue lari ke arah ruang kelas, sambil meneriakkan nama Novi berulang kali, tak ada jawaban, sampe pada akhirnya, di sudut yang tepat, gue mendapati Novi sedang berbicara dengan seseorang di balik jendela, mata gue mencoba meraba-raba, semakin lama, semakin jelas. “AH, GILA!” gue kaget parah, “Ternyata itu si Kacamata-jabrik-ganteng! Anjrit, ngapain dia di situ?”. Gue bersembunyi di balik dinding, dan mengamati dari kejauhan.

Percakapan mereka berakhir dengan sangat aneh, si Kacamata-jabrik-ganteng mendadak ilang begitu aja, berbeda dengan Novi yang mulai menjatuhkan air matanya. Sambil menahan tangis, dia bilang “Fa-Far.. h-haaan, gu-gu-gueeeeh.. di-ditolak sama Candra. Dan e-e-eloh tau di-dia bilang apha?” gue mengernyitkan alis, kemudian diam, tertegun, tanpa ada rasa ingin merespon pertanyaan Novi.
Lalu ada keheningan yang cukup panjang.

Tangis Novi semakin lama, semakin menjadi. Air matanya seakan ingin memecah keheningan. Sedikit demi sedikit, gue mulai peduli sama dia, gue tanya: “Apa? Dia bilang apa barusan?”

Novi memandang langit-langit kelas, tampak ada sedikit keraguan dari wajah Novi, dengan tenang, dia jawab: “Dia nolak gue dengan alasan yang janggal, Han. Janggaaaaal banget. Pas gue nanya soal penyebab dia nolak gue, dia malah jawab, Tuhan benci sama perbedaan. Seandainya perbedaan itu nggak ada, mungkin kita bisa saling mencinta. Gitu, katanya”

“Ya, memang. Kalo perbedaan itu nggak ada, hidup nggak akan asik, lah, Nov. Bayangin aja, kalo semua orang punya impian jadi Dokter, terus yang jadi petani siapa? Yang jadi guru siapa? Masa, iya, semua orang profesinya Dokter semua. Nggak lucu, kali!”

“O, yaudah. Makasih sarannya, tapi semua itu nggak ngebantu sama sekali, Han” Novi merapikan bukunya, lalu pergi keluar kelas dengan wajah yang pucat, dan mata yang terlihat sayup-sayup.

Keesokan harinya, Novi terlihat duduk di barisan tengah. Jendela kelas di bagian barat, pun, tampak masih tertutup rapat. Ada apa dengan Novi? Ada apa dengan pengamatannya? Ato mungkin dia sudah mulai bosan mengamati pria pujaannya itu? Ogh, ternyata pagi tadi si Candra memutuskan untuk pindah rumah. Pantesan si Novi keliatan gak peduli. Cuek aja, sambil SMS-an ama kakaknya.

So, karena peristiwa itu, hari-hari Novi kembali seperti semula. Keadaan kelas mulai normal seperti biasanya. Nggak ada yang tereak-tereak “Candra, Candra” lagi.
Aman.
***
Cerita diatas memang terlihat sangat singkat. Tapi tidak bagi Novi yang terlibat di dalamnya. Dia memandang semuanya melalui detail yang salah. Bodohnya, dia hanya memikirkan cinta jangka pendek. Tidak memikirkan nasib hubungannya kelak. Emang nggak kasian, ya, kalo nanti  berumah tangga, terus punya anak. Pasti bingung, mau milih agama siapa yang bakal dianut. Endingnya? Pasti rumah tangga kalian akan goyah, lantaran perbedaan pendapat yang selalu mewarnai hari-hari kalian bersama pasangan.

Jujur, gue nggak pernah percaya sama kekuatan cinta beda agama. Karena seberapapun kuatnya kalian bertahan, tidak akan pernah sekuat dan semurni pernikahan karena satu iman. Harmoni dan tentram, tanpa kemungkinan adanya kesalahpahaman.

        Ada satu misteri yang sampe sekarang masih belum bisa terungkap, perihal ‘cinta beda agama’ dan ‘jodoh di tangan Tuhan”. Jadi, gini.. semua manusia tau, kalo jodoh itu ada di tangan Tuhan. Dan Tuhan melarang kita untuk melakukan pernikahan beda agama. So, tapi kenapa di luar sana banyak sekali sepasang suami-istri yang memiliki keyakinan berbeda? Namun bisa saling mencinta, sampe waktu yang memisahkan mereka. Katanya Tuhan melarang kita menikah dengan mereka yang memiliki kekayakinan berbeda, tapi kenapa Ia masih menyatukan? Bukan, kah, itu yang dinamakan ‘jodoh’?

        Di point terakhir ini, gue mau nganjurin ke kalian, untuk jangan pernah mencoba jatuh cinta dengan mereka yang memiliki agama berbeda. Lebih baik dihindari, daripada sakit di kemudian hari. Bukannya apa-apa, soalnya ini sudah menyangkut kehidupan setelah mati. Nggak baik untuk diperjuangkan, apalagi memaksakan kehendak untuk masuk ke agama yang mereka anut masing-masing.

So, kayaknya segini aja, deh, bahasan gue hari ini. Intinya simpel, kok, gak rumit. Jangan pernah mencoba menitipkan hati pada seseorang yang memiliki keyakinan berbeda. Udah, itu aja.
Well, Tolong renungkan postingan ini ya, temen-temen. BYE! Happy weekend :))

***

“Makanya itu Tuhan nyiptain cinta. Biar yang beda-beda bisa saling nyatu” – Cin(T)a.

“Kalo Tuhan aja bisa aku khianatin, gimana hubungan kita kelak?” – Cin(T)a.

25 komentar:

  1. AKKK!! Paling suk ama postingan cinta beda agama ginih! :)

    BalasHapus
  2. gua kagak pernah ngalamin cinta beda agama . cinta diem-diem. iya :D tapi postingnnya keren.. lagi blogwalking nih.. silahkan kunjungi blog saya jika ada waktu ya expresiuci.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uh, photo kamu lucu. Bagaimana kalo kita jadian aja?

      Hapus
  3. haduhh.. LDR kuadrat : Love different Regigion :D

    BalasHapus
  4. cinta diem2 pernah, cinta beda agama juga pernah, buat pengalaman :D

    btw bagian cinta diem2 yg pas jatoh itu bkn gue gerah, kalo cinta ditolong dong, masak diem aja sembunyi di balik rumput. itu anak orang jatoh buat ditolong bukan dipantengin aja :p

    BalasHapus
  5. Gue suka sama ceritanya. Cara penulisannya juga enak, gampang buat nangkep point-nya.
    Pengalaman lo keren, bro! Hehe.

    BalasHapus
  6. cinta beda keyakinan, awalnya masa-bodo. emang gitu sih kalo gue rasain :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Udah, jalanin aja. Yang penting, kan, sama-sama cinta." gitu, ya? HAHA. Btw, lo pernah ngalemin, nih?

      Hapus
  7. lalu kenapa harus ada perbedaan agama? Apakah Tuhan itu beda? Apakah kita diciptakan oleh Tuhan yang beda? Bagaimana klo seandainya Tuhan itu sebenarnya tidak ada?
    Bukan mengkritik, cuma sedikit nambahin bahan pikiran aja :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tuhan itu satu, hanya cara menyembahnya saja yang berbeda.

      Hapus
  8. cinta beda keyakinan, aku yakin sama dia tapi dia nggak yakin sama aku. :')

    BalasHapus
  9. Cin(T)a -- selalu aneh, tapi kehadirannya tidak pernah tidak datang. Cinta bahkan anehnya, selalu ada saja cara datengnya.
    termasuk cara dari dua postingan kaka.
    Fiuuh, .
    Entahlah. ,

    BalasHapus
  10. kerenlah gaya penulisannya bisa kaya gini, gue gak bisa bro

    BalasHapus
  11. Banyak-banyak membaca, dong. Untuk melatih kepekaan dalam menulis :))

    BalasHapus
  12. Keren parah!! tulisan lo enak bgt dibaca.

    BalasHapus
  13. Gue pernah pacaran beda agama, dan ditengah-tengah hubungan, kami sama-sama sadar kalau ini salah, dan memutuskan suatu saat harus putus. Butuh satu taun untuk sama-sama menerima hal itu dan benar-benar putus.

    BalasHapus
  14. Nice article bro. Gua seminggu lalu baru putus sama cewe gua. Pas sehari setelah ngerayain anniversary. Apa penyebabnya? Beda agama. Well, gak bakal gua ulangin lagi ;)

    BalasHapus
  15. Bukan "tuhan" yang tidak mngijinkan hubungan beda keyakinan..
    Tapi agama lah yang membut itu terjadi...

    BalasHapus
  16. katanya yang paling sakit ada cinta diam-diam dan beda agama.
    kalau aku dua-duannya....
    kakak punya saran????

    BalasHapus

“Either positive or negative comments are good because it shows I am still relevant.” – Justin Guarini