Pertemuan pertama tidak pernah mudah, apalagi dengan
orang yang kita anggap penting dan memiliki daya tarik yang kuat.
Sudah lebih dari sekali saya bertemu orang yang saya
kenal di media sosial. Pertemuan pertama menjadi bagian paling rumit dan penuh
pertimbangan. Banyak sekali pertanyaan yang mengawang-awang di kepala, seperti:
“Bagaimana cara terbaik membuka percakapan?” atau, “Apakah saya cukup pandai
membaca situasi?”
Kalimat-kalimat senada justru sering muncul ketika
kamu sudah terlanjur membuat janji. Terlalu bodoh kalau tiba-tiba kamu
membatalkannya.
Dalam menghadapi situasi seperti ini, kamu jangan
terlalu panik, apalagi sampai menunda-nunda pertemuan. Kamu bisa menghadapinya
dengan berbagai cara. Bukan berarti kamu harus berlagak palsu, atau mengubah
sesuatu yang sejatinya sudah melekat dalam dirimu. Setiap orang (tentu saja)
memiliki caranya masing-masing dalam membangun sebuah impresi. Aku dan kamu
belum tentu sama. Namun, tips di bawah ini mungkin bisa kamu jadikan referensi
dalam membangun impresi pertama yang baik.
1.
Utamakan
menyimak terlebih dahulu.
Ketika memulai
obrolan biarkan lawan bicaramu yang memilih topik. Kamu hanya perlu menyimak
dengan atensi yang baik dan pandangan yang lekat-lekat. Buatlah ia merasa bahwa
ceritanya adalah cerita paling menarik yang pernah kamu dengar, meski
sebenarnya kenyataannya tidak begitu. Saya tidak menyebut hal itu sebagai
bentuk kepura-puraan, tapi lebih kepada menghargainya sebagai pencerita.
Banyak orang gagal
menciptakan kesan baik karena salah memilih topik. Belum apa-apa sudah sok
tahu, merasa menguasai segala hal. Kamu harus menyadari bahwa tidak semua orang
menyukai obrolan intelek. Setiap orang memiliki kapasitasnya masing-masing.
Mereka yang suka sastra mungkin akan geleng-geleng kepala ketika kamu ajak bicara
perihal mesin. Begitupun sebaliknya.
Tapi rasanya masih
aman kalau lawan bicaramu diam karena ia tidak paham. Beda lagi kalau ia diam
karena pemahamannya ternyata lebih baik darimu, sehingga ia merasa bahwa
celotehanmu hanyalah guyonan tanpa bobot. Ia diam, menjaga diri untuk tidak
membuatmu rendah.
Maka cobalah kamu
pahami lawan bicaramu. Berusahalah tidak berlebihan dalam mengutarakan sesuatu.
Sewaktu ia bertanya, jawablah seperlunya, tanpa mengurangi sisi menarik dalam
dirimu. Hindari obrolan seputar ideologi, politik, agama, dan filsafat di
pertemuan pertama. Mulailah bicara soal minat, hobi, dan hal lain yang ia
sukai. Semua itu demi memberinya kesan bahwa kamu pribadi yang memiliki cukup
empati.
2. Kalau bisa dilakukan sekali, lakukan sekali.
Grogi seringnya membuat orang salah tingkah, sehingga
muncul gerakan berlebihan dan ucapan yang cenderung berputar-putar. Kamu bisa
meredam semua itu dengan tetap berusaha tenang. Kalau sesuatu bisa dilakukan
sekali, lakukan sekali.
Ketika kamu setuju, misalnya. Mengangguklah sekali.
Ketika kamu batuk, batuklah sekali. “Uhugh,” cukup. Bukan berulang-ulang.
Ketika sedang makan, lap mulutmu menggunakan tisu dengan satu kali usapan.
Kalau merasa belum terlalu bersih, lipat ulang tisu dan gunakan sisi lainnya.
Lakukan dengan cara yang sama; sekali usapan. Hal ini juga berlaku ketika kamu
berdeham. Lakukan sekali. “Ehem,” cukup. Semua itu dilakukan untuk menanam
kesan bahwa kamu adalah pribadi yang wibawa.
3.
Jangan
mengatakan sesuatu yang membuatmu kerdil.
Hal ini masih
berkaitan dengan dua poin sebelumnya, tentang bagaimana pentingnya menjaga
kata-kata.
Sewaktu kamu dan
lawan bicaramu sedang terlibat dalam obrolan seru, usahakan kamu tidak
mengucapkan kata-kata ini:
“Oh iya ya.” // “Ah, masa sih?”// “Buset!” // “Kamu orang
terpandai yang pernah aku ajak ngobrol.” // “Kamu layak jadi istri/suami
idaman.” // Dan lain sebagainya.
Jangan. Pernah.
Sekalipun. Mengucapkan. Kata-kata. Di atas. Apalagi mengucapkannya sambil
menggaruk-garuk kepala. Perilaku itu hanya akan membuatmu rendah. Baiknya,
ketika kamu merasa bahwa lawan bicaramu adalah pribadi yang cerdas, cukup
berikan ia isyarat dengan atensimu. Bila kamu memang terpaksa harus mengatakan
sesuatu, cukup katakan: “Ceritamu menarik.” Atau, “Aku seneng denger sesuatu
yang baru.”
Terdengar lebih
elegan, kan?
4.
Jujur
berkata, jujur berpenampilan.
Pertukaran informasi
merupakan hal terpenting di pertemuan pertama. Kamu dan lawan bicaramu memiliki
keinginan yang sama untuk menggali profil satu sama lain. Usahakan untuk selalu
berkata benar—tidak ditambah-tambahkan, tidak dikurang-kurangi. Bicara yang apa
adanya membuat obrolan menjadi terarah. Ketika berbohong sedikit saja, maka
kamu harus menyiapkan kebohongan berikutnya. Dan ini akan terjadi terus menerus
demi menambal kebohongan-kebohongan lainnya. Seperti yang Mark Twain pernah katakan,
“If you tell the truth, you don’t have to
remember anything.”
Pertemuan pertama
merupakan waktu yang tepat untuk membuka diri. Biarkan dia (lawan bicaramu)
yang menilai bagaimana kamu. Salah seorang temanku cerita bahwa suatu hari dia
bertemu seseorang yang dikenalnya lewat forum diskusi Kaskus. Dia yang alaminya
seorang periang mendadak berpakaian formal ketika bertemu dengan temannya di
tempat yang sudah ditentukan. Berikutnya yang terjadi adalah: teman yang
dikenalnya itu merasa aneh, kemudian berkata: “Aku kira kamu anaknya santai.”
Gagal total.
Perkataan dan
penampilan yang tidak sesuai dengan nuranimu adalah ketidakjujuran. Jika itu
terus dilakukan, maka kepalamu akan dipenuhi kebohongan-kebohongan lainnya.
Jangan sampai di pertemuan selanjutnya (kedua, ketiga, dan seterusnya) kamu
kewalahan, karena takut kebohonganmu terbongkar.
5.
Memberi
salam perpisahan yang sopan ketika menyudahi obrolan.
Sebagai penutup,
usahakan kamu bisa membuat suasana perpisahan yang berkesan dan memorable. Ketika sama-sama sudah
menghela diri dari kursi, bungkukkan setengah badanmu. Hal itu dilakukan untuk
meyakinkan dirinya bahwa ia memang layak diperlakukan hormat. Bisa juga dengan
cara lain. Tatap matanya, berilah senyum tipis, lalu katakan, “Lain waktu kita
harus ngobrol lagi.” Dan tutuplah kalimat itu
dengan satu kali anggukan kepala. Untuk meyakini dirinya bahwa pertemuan
selanjutnya akan jauh lebih baik dari ini.
Kalau kamu merasa
nyaman dengannya, dan ingin mengadakan pertemuan selanjutnya, katakanlah secara
tidak langsung. Kamu bisa bilang kepadanya seperti ini: “Sebetulnya masih
banyak yang bisa kita obrolin, mungkin lain waktu?” atau, “Aku menunggu diskusi
selanjutnya.” Hindari perkataan yang seolah membuatmu tampak terlalu berharap.
Seperti: “E, Minggu besok ketemuan lagi dong.”
Murahan.
Menurut saya, kalimat
penutup yang baik adalah kalimat yang, ketika kamu katakan kepada seseorang, ia
akan penasaran, dan bertanya-tanya tentang kemungkinan-kemungkinan di pertemuan
selanjutnya. Secara tidak langsung, kamu telah berhasil menanamkan dirimu di
dalam kepalanya. Kalau sudah seperti itu, pertemuan selanjutnya akan menjadi
pertemuan yang paling ia nantikan.
Begitulah beberapa
tips yang saya pakai untuk menghadapi pertemuan pertama. Semoga dapat membantu
kamu yang sejauh ini masih ragu membuat janji dengan seseorang. Jangan malu.
Coba dulu. Kamu tidak akan pernah tahu kalau belum mencobanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
“Either positive or negative comments are good because it shows I am still relevant.” – Justin Guarini