21 Mei 2017

Membangun Kesan di Pertemuan Pertama

Pertemuan pertama tidak pernah mudah, apalagi dengan orang yang kita anggap penting dan memiliki daya tarik yang kuat.

Sudah lebih dari sekali saya bertemu orang yang saya kenal di media sosial. Pertemuan pertama menjadi bagian paling rumit dan penuh pertimbangan. Banyak sekali pertanyaan yang mengawang-awang di kepala, seperti: “Bagaimana cara terbaik membuka percakapan?” atau, “Apakah saya cukup pandai membaca situasi?”

Kalimat-kalimat senada justru sering muncul ketika kamu sudah terlanjur membuat janji. Terlalu bodoh kalau tiba-tiba kamu membatalkannya.

Dalam menghadapi situasi seperti ini, kamu jangan terlalu panik, apalagi sampai menunda-nunda pertemuan. Kamu bisa menghadapinya dengan berbagai cara. Bukan berarti kamu harus berlagak palsu, atau mengubah sesuatu yang sejatinya sudah melekat dalam dirimu. Setiap orang (tentu saja) memiliki caranya masing-masing dalam membangun sebuah impresi. Aku dan kamu belum tentu sama. Namun, tips di bawah ini mungkin bisa kamu jadikan referensi dalam membangun impresi pertama yang baik.

1.     Utamakan menyimak terlebih dahulu.

Ketika memulai obrolan biarkan lawan bicaramu yang memilih topik. Kamu hanya perlu menyimak dengan atensi yang baik dan pandangan yang lekat-lekat. Buatlah ia merasa bahwa ceritanya adalah cerita paling menarik yang pernah kamu dengar, meski sebenarnya kenyataannya tidak begitu. Saya tidak menyebut hal itu sebagai bentuk kepura-puraan, tapi lebih kepada menghargainya sebagai pencerita.

Banyak orang gagal menciptakan kesan baik karena salah memilih topik. Belum apa-apa sudah sok tahu, merasa menguasai segala hal. Kamu harus menyadari bahwa tidak semua orang menyukai obrolan intelek. Setiap orang memiliki kapasitasnya masing-masing. Mereka yang suka sastra mungkin akan geleng-geleng kepala ketika kamu ajak bicara perihal mesin. Begitupun sebaliknya.

Tapi rasanya masih aman kalau lawan bicaramu diam karena ia tidak paham. Beda lagi kalau ia diam karena pemahamannya ternyata lebih baik darimu, sehingga ia merasa bahwa celotehanmu hanyalah guyonan tanpa bobot. Ia diam, menjaga diri untuk tidak membuatmu rendah.

Maka cobalah kamu pahami lawan bicaramu. Berusahalah tidak berlebihan dalam mengutarakan sesuatu. Sewaktu ia bertanya, jawablah seperlunya, tanpa mengurangi sisi menarik dalam dirimu. Hindari obrolan seputar ideologi, politik, agama, dan filsafat di pertemuan pertama. Mulailah bicara soal minat, hobi, dan hal lain yang ia sukai. Semua itu demi memberinya kesan bahwa kamu pribadi yang memiliki cukup empati.
2.     Kalau bisa dilakukan sekali, lakukan sekali.
Grogi seringnya membuat orang salah tingkah, sehingga muncul gerakan berlebihan dan ucapan yang cenderung berputar-putar. Kamu bisa meredam semua itu dengan tetap berusaha tenang. Kalau sesuatu bisa dilakukan sekali, lakukan sekali.

Ketika kamu setuju, misalnya. Mengangguklah sekali. Ketika kamu batuk, batuklah sekali. “Uhugh,” cukup. Bukan berulang-ulang. Ketika sedang makan, lap mulutmu menggunakan tisu dengan satu kali usapan. Kalau merasa belum terlalu bersih, lipat ulang tisu dan gunakan sisi lainnya. Lakukan dengan cara yang sama; sekali usapan. Hal ini juga berlaku ketika kamu berdeham. Lakukan sekali. “Ehem,” cukup. Semua itu dilakukan untuk menanam kesan bahwa kamu adalah pribadi yang wibawa.

3.     Jangan mengatakan sesuatu yang membuatmu kerdil.

Hal ini masih berkaitan dengan dua poin sebelumnya, tentang bagaimana pentingnya menjaga kata-kata.

Sewaktu kamu dan lawan bicaramu sedang terlibat dalam obrolan seru, usahakan kamu tidak mengucapkan kata-kata ini:
“Oh iya ya.” // “Ah, masa sih?”// “Buset!” // “Kamu orang terpandai yang pernah aku ajak ngobrol.” // “Kamu layak jadi istri/suami idaman.” //  Dan lain sebagainya.

Jangan. Pernah. Sekalipun. Mengucapkan. Kata-kata. Di atas. Apalagi mengucapkannya sambil menggaruk-garuk kepala. Perilaku itu hanya akan membuatmu rendah. Baiknya, ketika kamu merasa bahwa lawan bicaramu adalah pribadi yang cerdas, cukup berikan ia isyarat dengan atensimu. Bila kamu memang terpaksa harus mengatakan sesuatu, cukup katakan: “Ceritamu menarik.” Atau, “Aku seneng denger sesuatu yang baru.”
Terdengar lebih elegan, kan?

4.     Jujur berkata, jujur berpenampilan.

Pertukaran informasi merupakan hal terpenting di pertemuan pertama. Kamu dan lawan bicaramu memiliki keinginan yang sama untuk menggali profil satu sama lain. Usahakan untuk selalu berkata benar—tidak ditambah-tambahkan, tidak dikurang-kurangi. Bicara yang apa adanya membuat obrolan menjadi terarah. Ketika berbohong sedikit saja, maka kamu harus menyiapkan kebohongan berikutnya. Dan ini akan terjadi terus menerus demi menambal kebohongan-kebohongan lainnya. Seperti yang Mark Twain pernah katakan, “If you tell the truth, you don’t have to remember anything.”

Pertemuan pertama merupakan waktu yang tepat untuk membuka diri. Biarkan dia (lawan bicaramu) yang menilai bagaimana kamu. Salah seorang temanku cerita bahwa suatu hari dia bertemu seseorang yang dikenalnya lewat forum diskusi Kaskus. Dia yang alaminya seorang periang mendadak berpakaian formal ketika bertemu dengan temannya di tempat yang sudah ditentukan. Berikutnya yang terjadi adalah: teman yang dikenalnya itu merasa aneh, kemudian berkata: “Aku kira kamu anaknya santai.”
Gagal total.

Perkataan dan penampilan yang tidak sesuai dengan nuranimu adalah ketidakjujuran. Jika itu terus dilakukan, maka kepalamu akan dipenuhi kebohongan-kebohongan lainnya. Jangan sampai di pertemuan selanjutnya (kedua, ketiga, dan seterusnya) kamu kewalahan, karena takut kebohonganmu terbongkar.

5.     Memberi salam perpisahan yang sopan ketika menyudahi obrolan.

Sebagai penutup, usahakan kamu bisa membuat suasana perpisahan yang berkesan dan memorable. Ketika sama-sama sudah menghela diri dari kursi, bungkukkan setengah badanmu. Hal itu dilakukan untuk meyakinkan dirinya bahwa ia memang layak diperlakukan hormat. Bisa juga dengan cara lain. Tatap matanya, berilah senyum tipis, lalu katakan, “Lain waktu kita harus ngobrol lagi.” Dan tutuplah kalimat itu dengan satu kali anggukan kepala. Untuk meyakini dirinya bahwa pertemuan selanjutnya akan jauh lebih baik dari ini.

Kalau kamu merasa nyaman dengannya, dan ingin mengadakan pertemuan selanjutnya, katakanlah secara tidak langsung. Kamu bisa bilang kepadanya seperti ini: “Sebetulnya masih banyak yang bisa kita obrolin, mungkin lain waktu?” atau, “Aku menunggu diskusi selanjutnya.” Hindari perkataan yang seolah membuatmu tampak terlalu berharap. Seperti: “E, Minggu besok ketemuan lagi dong.”
Murahan.

Menurut saya, kalimat penutup yang baik adalah kalimat yang, ketika kamu katakan kepada seseorang, ia akan penasaran, dan bertanya-tanya tentang kemungkinan-kemungkinan di pertemuan selanjutnya. Secara tidak langsung, kamu telah berhasil menanamkan dirimu di dalam kepalanya. Kalau sudah seperti itu, pertemuan selanjutnya akan menjadi pertemuan yang paling ia nantikan.

Begitulah beberapa tips yang saya pakai untuk menghadapi pertemuan pertama. Semoga dapat membantu kamu yang sejauh ini masih ragu membuat janji dengan seseorang. Jangan malu. Coba dulu. Kamu tidak akan pernah tahu kalau belum mencobanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Either positive or negative comments are good because it shows I am still relevant.” – Justin Guarini