“Izinkan aku menjadi yang terbaik untukmu. Jika aku
belum benar, jangan pergi. Perbaiki saja aku.”
Banyak
yang beranggapan jika menunggu adalah kegiatan tanpa bayaran paling
membosankan. Aku setuju, pada penekanan ‘tanpa bayaran’, tapi aku menolak, jika
semua hal barusan dikatakan paling membosankan. Karena menurutku, menunggu
adalah kegiatan sukarela yang sangat mendebarkan..
…
jika hal itu kulakukan untukmu.
Beberapa
tahun yang lalu, aku bertemu seorang gadis yang memiliki mimpi besar. Seorang
gadis yang ketika kau menatapnya, kau akan merasakan ketegangan penuh tanda
tanya. Gadis itu sangat manis, jauh lebih manis dari buah ara di Timur-Tengah.
Dan ketika menyunggingkan sebuah senyuman, ia tampak bagaikan seorang bayi yang
baru pertama kali menatap awan melalui celah pada jendela rumah. Bahkan, ketika
sedang menangis, kecantikan gadis itu tak berkurang sedikitpun; ia masih
cantik, seperti seharusnya.
Dan
saat ini—ketika aku menyadari semua hal yang kusebutkan tadi—aku mulai bertanya
pada semesta alam, apakah gadis sepertimu
diciptakan hanya untuk membuatku kagum? Karena sampai detik ini, aku hanya
bisa mengagumimu melalui perangkat virtual, dan mencoba memberikan perhatian
tertutup dengan cara merahasiakan sebuah nama yang tertulis pada profilku.
Dalam
hal ini, kau boleh menyebut diriku sebagai pria yang lemah, tapi untuk hal
lain? Sepertinya kau harus membaca kisahku hingga usai.
Suatu
malam, di persimpangan jalan Bekasi, kita bertatap wajah untuk pertama kalinya.
Cahaya lampu di tepi jalan memantulkan efek cahaya pada wajahmu. Membiaskan
nuansa jingga pada kening dan pipimu. Meredup dan menyala dalam hitungan detik,
seakan menampilkan sebuah getaran hebat yang tercipta karena pertemuan rahasia
ini.
Aku
memberanikan diri untuk mendekatimu, dan berkata, “Hai.”
Tak
ada jawaban darimu, hanya senyum legendaris yang kau sumbangkan gratis padaku.
Di
pertemuan kedua, kita kembali bertatap muka dalam keadaan rahasia; orang tua kita
tidak tau tentang hal ini, tapi kau tetap memberiku senyum yang sangat manis—jenis
senyuman terbaik yang pernah dilakukan oleh gadis seusiamu—sehingga pertemuan
ini menjadi lebih terbuka—walaupun kita berdua hanya berdiri di persimpangan
jalan dengan satu sumber cahaya yang menerangi sebagian tubuh kita.
Kau
menyibak ikal-ikal rambut yang keluar dari balik jilbabmu, kemudian menautkan
ikal-ikal itu pada celah telingamu. Lalu dengan tatapan ragu, kau mengamati
pergelangan tanganmu yang indah dan berkata dengan nada lembut, “Sudah mulai malam,
sebaiknya kau pulang.” Aku mengangguk karena setuju. Meskipun aku tau, jika
sebenarnya hari itu belum terlalu larut untuk kebanyakan gadis pada umumnya.
Cerita
tadi adalah pertemuan terakhir kita, sudah lebih dari dua tahun kita tak saling
menyapa, apalagi sampai bertatap muka. Tapi lihatlah, keajaiban seakan
memainkan perannya, di usiaku yang ke-19, kau kembali datang, menyapaku dengan
senyum legendaris itu.
Selepas
kita berpisah, aku mendapati wajahmu yang semakin manis, pipimu yang semakin
merah, dan jilbabmu yang masih sama seperti dulu; tetap sederhana, tanpa adanya
hiasan di sisi kainnya.
“Kamu
semakin cantik, ya,” kataku, dengan nada setengah meledek.
Kamu
menangkupkan tangan di depan mulutmu; mencoba untuk menahan senyum, lalu
berkata dengan suara yang hampir tak bisa kudengar, Hadza min fadhli rabbi, semua ini karunia dari Tuhanku.
Subhanallah.
Aku
berterimakasih atas pertemuan ini, Gadis Manis. Dan maafkan atas perpisahan dua
tahun yang lalu. Karena kau harus tau, aku yang sekarang, masih sama seperti
aku ketika SMA dulu; selalu memujamu sebagai ukiran terbaik sang pencipta.
Untukmu,
Gadis manis yang kusayangi, katakan saja semua harapanmu—khayalmu dua tahun
yang lalu. Jika kau ingin memulainya dari awal, mari kita bangun cinta yang
baru.
Namun,
jika aku masih belum benar, jangan dulu kau pergi. Perbaiki saja aku.
Waduh :"))))
BalasHapusbeuh, "perbaiki saja aku dan bersabarlah untukku"..
BalasHapusgreat men, bukan cuman bilang "terima aku apa adanya"
Duh, memang kalau 'yang pertama' itu selalu diingat :"
BalasHapusampuun deh so sweet sekaliiii :")
BalasHapus