Jadi, gimana perasaan
temen-temen yang ikut mudik kemarin? Trauma? Kesel? Atau malah seneng?
Kalo gue sih tiga-tiganya dapet. Trauma, iya. Kesel, iya.
Seneng juga iya. Jadi persentase-nya begini: Trauma (45%), Kesel (53%), Seneng
(2%). Aneh emang.
Tapi coba aja kalian bayangin. Tiap tahun jumlah pemudik
semakin bertambah banyak, meski begitu, lebar jalan nggak bertambah sedikitpun.
Segitu-gitu aja. Sampe kiamat!
Beberapa hari yang lalu, gue baca di salah satu media
televisi, kalo ternyata tahun
2014 ini Jakarta kedatangan 65rb pendatang baru. Ajaib banget. Kalo kita
hitung dalam hitungan sepuluh tahun, itu artinya kita kedatangan 650rb pendatang baru.
Kalo kita hitung lebih dalam lagi, di tahun 2100 nanti, Jakarta bakal kedatangan 6jt pendatang baru!
Bombastis abis! Padahal di Tahun 1900-an, Jakarta hanya ditargetkan mampu
menampung 700.000 penduduk. Sedangkan saat ini Jakarta sudah diisi oleh 9jt
penduduk. Dan itu artinya,
di tahun 2100 nanti, ibukota kita tercinta ini harus kuat menampung 15jt
penduduk dari berbagai daerah. Can
you imagine this situation, dude? 15jt penduduk!
***
Balik lagi soal mudik. Menurut gue, mudik tahun ini adalah
mudik terparah yang pernah kita rasain. Gimana nggak? Bagi mereka yang mudik
naik mobil pribadi, perjalanan sejauh 100KM aja harus ditempuh selama kurang
lebih 15 jam. Nggak kebayang gimana kalo jarak tempuh mudiknya itu sampe
1.000KM, wah, mungkin pas nyampe kampung, harga premium udah Rp 50.000/liter
kali, ya? Hihihi..
Kebetulan, mudik tahun ini, gue sekeluarga ikut meramaikan.
Tidak sama seperti tahun-tahun sebelumnya, mudik tahun ini, gue ngerasa sedikit
canggung. Apalagi setelah liat beberapa berita di tivi yang isinya nggak
jauh-jauh dari kemacetan arus mudik. Khususnya bagi mereka yang ingin mudik ke
Jawa Tengah, ataupun ke Jawa Timur.
Ke Jawa Tengah contohnya. Kota-kota besar seperti Semarang, Solo,
Magelang, Kebumen, dan Yogyakarta masih menjadi destinasi fovorit bagi para
pemudik. Meski begitu, para pemudik ini harus melewati daerah Pekalongan. Suatu
daerah dimana kemacetan ekstrim ini mulai tercipta.
Pernah denger jembatan Comal, gak? Jembatan penghubung di
perbatasan Pemalang dan Pekalongan ini harus dilewati oleh para pemudik untuk
menempuh perjalanan menuju Jawa Tengah. Jadi dengan kata lain, jembatan ini
dijadikan tumpuan bagi para pemudik untuk melintasi jalur utama Pekalongan.
Nah, pertanyaan gue adalah, gimana jadinya kalo jembatan ini runtuh? Gimana
jadinya kalo akses ke jembatan ini ditutup? Bayangkan. Silahkan kalian bayangkan.
***
Tapi ternyata fakta berkata lain. Toh kenyataannya jembatan
Comal bener-bener runtuh di detik-detik arus mudik berlangsung. Semua pemudik
panik. Karena akses jalan terpaksa harus ditutup sebagian. Sehingga pihak
keamaan lalu lintas menggunakan satu jalur untuk dijadikan lalu lintas dua
arah. Angker!
Nah, karena beberapa media ngasih kabar yang gak enak soal
mudik tahun ini, terpaksa gue harus nyari kendaraan yang bisa selip sana-selip
sini. Dan pilihan itupun jatuh pada…… motor! Aha, cemerlang sekali, bukan?
Sebenernya gue sempet mikir untuk pake kendaraan lain, “Kira-kira kalo gue
mudik naik perahu naga, nyampenya lama gak, ya?” Tapi kayaknya nggak lumrah aja
kalo ditanya sama sodara, “Eh, Farhan. Mudik naik apa, nih?”
Gue bakal narik nafas
panjang, lalu berkata dengan mantap, “AKU NAIK PERAHU NAGA!”
Kemudian ada petir yang
menyambar dari arah belakang. Jegar! Jeger!
Hening.
***
Balik lagi soal mudik naik motor. Sebenernya keluarga gue
tahun ini milih bus sebagai sarana transportasi mudiknya. Tapi emang dasar
gue-nya aja yang males kena macet, jadinya gue lebih milih naik motor, deh.
Sebenernya destinasi gue juga cukup berat, Yogyakarta. Yang kalo mau kesana,
kudu ngelewatin Cirebon, Tegal, Brebes, dan pastinya, Pekalongan!
Awalnya sempet mikir, kalo mudik naik motor adalah pilihan
yang tepat, tapi setelah dipikir-pikir, kok sama aja yak? Bayangin aja, kalo
diitung-itung, perjalanan Bekasi-Yogya ngabisin waktu 26 jam! Ini gue yang
nggak bisa naik motor, atau emang kondisi jalan raya yang sangat mengecewakan?
Kondisi Pantura di arus balik. Sumber gambar |
Bukan cuma itu aja, para pedagang kaki lima juga ikut ambil
bagian dalam hal-ngeselin-ketika-mudik-tahun-ini. Gimana nggak? Mereka masang
harga yang gila-gilaan. Buktinya pas gue lagi ada di rest area daerah
Indramayu, disana gue mendapati banyak pedagang dadakan yang berjejer di
hadapan para pemudik, berhubung perut lagi laper, jadi terpaksa deh, harus
istirahat. Nah, disana ada beberapa tumpuk cup pop mie yang ketika itu terlihat
seperti beef bourguignon, salah satu
makanan khas Perancis yang rasanya nujubileh lezatnya. Dengan alih-alih mengisi
perut yang kosong, gue beli tuh pop mie rasa ayam bawang!
“Mbak, saya mau pesen pop mie dong. Harga satuannya berapa,
ya?” Tanya gue, sembari membuka perlengkapan berkendara.
“Tergantung, mas..” responnya terucap dengan cepat, “Mau
diseduh atau nggak?”
Sebenernya gue kesel juga. Bayangin aja, buat apa gue beli
pop mie yang gak diseduh? Mau di gadoin bumbunya? Mau dikrauk-krauk mie keringnya?
Atau mau disimpen garpunya untuk dijadikan ajimat? Uh, heran.
Tapi emang dasarnya gue bego, sih. bukannya cepet ngerespon
pertanyaan mbak-mbak barusan, eh, gue malah balik nanya, “Kalo nggak diseduh,
harganya berapa, mbak?”
“lima ribu!”
“Nah, kalo diseduh?”
“Sepuluh ribu!”
Gue termengu heran. Sempet mau mukul kepala mbak-mbak barusan
pake helm yang gue pegang. Cuma gue masih takut sama hukum. Jangan sampe deh,
cuma gara-gara pop mie, gue kudu masuk pengadilan.
“Mbak, kok harganya bisa dua kali lipat gitu? Emang nyeduhnya
pake air apa, mbak?”
“PAKE AIR ZAM-ZAM!” jawab mbak barusan, ketus.
Keliatannya mbak cantik ini udah mulai kesel, bahaya juga
kalo gue ngelanjutin percakapan ini. Bisa-bisa jari gue dipotong, terus
dijadiin bahan campuran pop mie barusan. Hiii..
Setelah melalui percakapan yang cukup panjang, akhirnya gue
pesen juga tu pop mie, lengkap dengan air zam-zamnya.
***
Diluar pembicaraan soal pop mie barusan. Gue juga sempet
dibikin kesel sama tukang parkir yang ada di sekitaran rest area. Mereka ngasih
tarif yang nggak mudikiawi. Untuk motor, mereka mematok harga lima ribu rupiah.
Sedangkan untuk mobil, mereka mematok harga delapan ribu rupiah. Percaya deh sama
gue, setelah musim mudik ini berakhir, pasti si tukang parkir langsung
buru-buru berangkat umroh!
((( BERANGKAT UMROH )))
Sebenernya masih banyak lagi hal-hal gak masuk akal yang gue
temuin pas mudik kemarin. Di Cirebon contohnya, disana ada beberapa warga yang
menyambut para pemudik di pinggir jalan, lalu meneriakkan pemudik untuk
melempar beberapa uang receh ke pinggir jalan. Kemudian di Tegal, disana ada
sekelompok anak kecil yang membawa kain lusuh dan sebotol air bersih, yang
kemudian akan digunakan untuk membersihkan kendaraan para pemudik, tanpa adanya
suruhan. Setelah selesai, mereka akan mendekatkan diri kepada sang pemilik
kendaraan, lalu berujar pelan, “Bu, pak, kendaraannya sudah bersih..” kemudian
mereka akan menengadahkan tangan untuk meminta ongkos. Beberapa menit
setelahnya, si pemilik kendaraan akan mengecek kondisi kendaraan yang selesai
dibersihkan. Setelah diamati, ternyata body kit kendaraan mereka lecet semua!
HAHAHA.
Dan masih banyak lagi hal-hal gokil yang nggak akan kita
temuin selepas mudik tahun ini. Khususnya bagi para pengendara motor kayak gue,
yang harus rela narik gas selama 26 jam! Tapi nggak usah takut. Ketika kita
sampai di kampung halaman, semua rasa capek, dongkok, kesel, dan sebagainya,
bakalan ilang begitu aja. Apalagi kalo udah megang kamera, jepret sana-jepret sini. Waaaaaah, rasanya
beda banget, deh!
***
Belajar dari kacaunya mudik tahun ini, mungkin pemerintah (atau
lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dalam bidang perhubungan &
transportasi) bisa se-segera mungkin mencari cara untuk mengatasinya. Membuat terobosan-terobosan
baru. Misalnya, para pemudik diberikan kartu
izin mudik. Jadi, siapa aja yang nggak punya KIM, dilarang buat mudik. Atau
pemerintah juga bisa melakukan system penanggalan waktu mudik. Jadi semua
pemudik, diwajibkan lapor kepada pihak yang berwewenang, soal kapan dan kemana
mereka akan mudik. Jadi estimasi para lambaga-lembaga perhubungan &
transportasi nggak akan meleset. Contoh: Hari pertama ada 15.000 pemudik, hari
kedua ada 13.000 pemudik, dan seterusnya. Bukan cuma itu aja, selain
menyelesaikan kasus kuota para pemudik, pemerintah juga harus membenahi
kualitas jalan utama. Khususnya untuk daerah penghubung antara JABAR dan JATENG
yang dari dulu gitu-gitu aja, nggak ada kemajuan. Berdebu, berlubang, dan
teramat sangat sempit. Hal ini yang akan menghambat durasi waktu para pemudik.
So, kayaknya segini aja ulasan mudik gue. Hehe gimana
pengalaman mudik kalian? Ayuk, cerita! Hehehe..
Peter Parker lagi jalan-jalan di Malioboro |
Gw mudik ke surakarta. macetnya ya sama sih di pekalongan juga. ada buka tutup jalan kan? setengan jam..
BalasHapusKok ga bahas Semarang huft :(
BalasHapusTadinya banyak banget kok tulisannya. Pas makan bakso di Tembalang juga ditulis. cuma karena terlalu panjang, akhirnya aku singkat. Hehehe...
HapusHAHAHA ngakak Han yang masalah pop-mie xD
BalasHapusJadian, yuk!
HapusDerita pemudik, dan di sisi lain rezeki buat mbak penjaja pop mie spesial air zam-zam dan tukang parkir.
BalasHapusKayaknya saya mah kudu nikah dulu sama bule, biar mudiknya bisa ke luar negeri. Udah tinggal di kampung halaman soalnya.
Waaa ada peter parker di malioboro. poto dong bang... #jiaaaaah. Salam kenal. :D
BalasHapusK. Laporannya sangat detail, sekian. #halah #apasih.
BalasHapusJogja duh Jogja, geng. :3333