“You can’t understand a city without using its public
transportation system.”
(Erol Ozan).
Kutipan di atas jadi satu-satunya kutipan yang
meyakinkan gue kalau transportasi umum adalah pilihan tepat. Semenjak duduk di
bangku kuliah, gue nggak pernah jauh-jauh dari kereta. Bahkan untuk sekedar
balikin buku ke perpus aja, gue kudu beli tiket kereta.
Jarak dari rumah gue ke kampus kurang lebih 35 km,
btw.
Kalau tiap hari kudu jalan kaki, bisa-bisa gue masuk
berita.
Masuk acara Hitam-Putih.
Masuk acara Kick Andy.
Masuk acara Mata Najwa.
Masuk majalah Gadis.
Masuk majalah Bobo.
Jadi Hot-treat di Kaskus selama 5 hari berturut-turut.
Dapet bintang kehormatan dari presiden.
Dan,
Eh.. kok masuk majalah Bobo, sih? Apa hubungannya?
Oke, skip.
Balik ke topik awal.
Jadi ceritanya, belakangan ini gue dibikin keki berat sama
kereta. Bukannya apa-apa, gue pikir YouTube doang yang bisa buffer, ternyata
kereta juga.
Buffer kadang bikin baper.
Sebenernya, estimasi paling rasional dari Bekasi ke
Depok kurang lebih 60 menit. Itu pun kalau kecepatannya stabil. Gue bilang
stabil, karena itu lebih baik ketimbang super-cepet tapi sering berhenti. Kalau
kayak gini, apa bedanya kereta sama angkot? Ya, kan?
Oleh sang jalan (baca: by the way), gue mau certa
sedikit tentang pengalaman naik kereta hari Rabu kemarin.
Jadi gini..
Hari Rabu kemarin adalah hari ketiga gue UAS di
kampus. Karena dapet jadwal ujian siang, akhirnya gue jalan dari rumah sekitar
jam 10:45. Masih ada dua jam lagi sebelum ujian bener-bener di mulai.
Gue masuk ke dalem stasiun, duduk di kursi tunggu,
sambil baca beberapa chapter mata kuliah yang hendak diujikan. Matahari mulai
terik, tapi kereta belum juga lewat. Dalem hati mau marah, tapi ada sisi lain
yang menghalangi. Akhirnya gue lanjut baca sambil nyeka keringet berulang kali.
Kereta
arah Jakarta Kota belum tersedia di stasiun Bekasi.
Begitu kata mbak-mbak petugasnya. 15 menit kemudian..
Kereta
arah Jakarta Kota belum tersedia di stasiun Bekasi.
Halah. Bodo amat, mbak!
Berusaha sabar. Duduk dan membaca. 15 menit kemudian,
suara mbak-mbak petugas kembali terdengar.
Gue
titip risol dong, dibungkus. Nggak usah pake cabe. Eh, astaghfirullah, mampus,
gue lupa matiin mikrofon-nya. Huwaaaaa….
Duk!
Duk! Duk!
Suara menghilang.
Seluruh calon penumpang di stasiun saling berpandangan.
Merasa ada yang ganjil. Bahkan ada ibu-ibu yang nyeletuk, “Oalah, sableng!”
Terus anak kecil di sebelah gue nanya ke mamahnya, “Ma, risol itu bukannya kue?”
Mamahnya ngangguk, dia nanya lagi. “Terus, apa hubungannya kereta sama kue, Ma?
Anak kecil itu ngulet-ngulet manja di lengan mamahnya.
“Hubungannya?” Mamahnya mulai bersuara. “Sama-sama
diawali huruf K. Kereta dan Kue.” Anak kecil itu ngangguk-ngangguk, seakan
jawaban mamahnya mampu menyelamatkan masa depan Indonesia.
5 menit kemudian, suara kembali terdengar.
Untuk
para penumpang kereta, diharapkan mempersiapkan diri. Kereta jurusan Jakarta
rangkaiannya sudah berangkat dari stasiun Bekasi.
Gue bangkit dari duduk dan berdiri di belakang garis
kuning. 2 menit setelahnya, kereta tiba.
Keadaan kereta dari arah Bekasi selalu sesak. Bahkan
untuk gerak atau sekedar baca buku aja susah. Makanya nggak heran, kalau mereka
punya keyakinan kuat bahwa Bekasi adalah kota dengan jumlah penduduk terbanyak
di Asia Tenggara.
“Mas, bisa geseran dikit nggak?”
“Bisa, sebentar.”
Di tengah jalan, keadaan kereta makin sesak. Sampai
ketika tiba di stasiun Klender, ada ibu-ibu hamil yang masuk kereta dan bingung
harus duduk di mana. Tak ada tempat untuknya, karena semua kursi sudah diisi
orang lain. Kalau dipikir-pikir, remaja zaman sekarang emang kurang ajar.
Mereka, yang secara fisik masih sehat, malah ngambil hak prioritas dan berlagak
keliru. Jadi, kalau udah dapet tempat duduk, mereka bakal pura-pura tidur, supaya
nggak diganggu penumpang lain.
Merasa terusik, akhirnya gue suruh ibu-ibu hamil tadi
duduk.
“Tapi,” dia mengelus kandungannya, “nggak ada bangku
kosong, dik.”
“Bentar ya, Bu,” kata gue. “Saya carikan di sebelah
sana.”
Setelah menembus keramaian dan mengamati, akhirnya terdapat
satu tempat yang sepertinya diduduki orang salah. Orang itu terlihat masih
muda dan jago main futsal. Keliatan dari betisnya yang segede tabung elpiji 3
kg. Dengan penuh keberanian dan hati-hati, gue colek lengan kanannya.
“Mas,” gue menjentikkan jari. “Itu ada ibu-ibu hamil.”
“Apa?”
“Ibu-ibu hamil.”
“Hm.. Ridwan,” mas-mas itu nyengir. “Ridwan Hamil.”
ITU
KAMIL, OY. RIDWAN KAMIL. BUSET.
Gimana ya—rasanya pengen gue jitak kepala mas-mas itu
sampe mati.
“Atau—“ dia berhenti sejenak, kemudian melanjutkan.
“Saipul Hamil?”
ITU
SAIPUL, SETAAAN! LAMA-LAMA GUE GANGNAM STYLE JUGA NIH!
“Oke,” katanya, lalu bangkit dan memersilakan ibu-ibu
tadi duduk. “Santai, tadi cuma bercanda.”
Setelah menempuh perjalanan 45 menit, kereta yang gue
naikin sedikit melambat. Gue mulai panik, kalau kayak gini terus, bisa-bisa gue
telat dan gak boleh ikut ujian.
Di sudut pintu gerbong, badan gue mulai berkeringat.
Buku yang gue pegang, tanpa disengaja, gue jadiin gulungan kecil. makin kecil,
gue makin panik. Rasanya mau gelar sajadah di kereta, terus baca do’a sambil
nangis-nangis.
Nggak, nggak mungkin. Terus, dengan cara apa lagi gue
bisa sampe kampus tepat waktu?
Dengan cara: pergi ke gerbong paling depan, ketemu
masinis, terus bilang, “Cepetan kali, bro. Nanti malem Dangdut Academy tayang
lebih awal.” Gitu?
Nggak, ini juga nggak mungkin.
Akhirnya, karena putus asa dan gak tau harus apa, gue
memutuskan untuk…….. main Askfm.
Iya, emang gak nyambung.
…..
Di Pasar Minggu, laju kereta mengalami peningkatan.
Meski begitu, gue belum tenang. Pasalnya, waktu hanya menyisakan 10 menit lagi,
sebelum ujian benar-benar dimulai.
Beberapa temen deket, yang berada satu ruangan, bahkan
beramai-ramai memberi peringatan soal keterlambatan ini. Ada yang ngirim BBM,
SMS, WhatsApp, sampe ngirim paket liburan keliling Irak juga ada. Macem-macem.
Telat masih bisa ngocol. |
Kalau kayak gini, mau ngeluh ke siapa? Pemerintah?
Yang menggembar-gemborkan masyarakatnya untuk naik transportasi publik namun
belum mampu memberi kelayakan? Lupain soal kualitas deh, gue nggak peduli soal
itu. Mau keretanya jelek atau kumuh, asal cepet, semua bisa dimaapin. Tapi
kalau lambat begini, gimana? Coba kalian bayangin kalau ada karyawan kontrak
yang buru-buru berangkat ke kantor untuk menyajikan presentasi pengangkatan
jabatan? Telat satu menit aja, dia bakal ngecewain banyak orang. Atau coba
bayangin orang lain dengan keperluan mendadak yang lebih rumit lagi? Dari luar,
mereka tampak tenang. Tapi dari dalem? Gue yakin mereka sibuk maki-maki dalem
hati.
Kereta pun berhenti di stasiun tujuan. Gue sampe kampus—bener-bener
di depan gerbang—sekitar jam 13.30.
Bahkan, nenek-nenek usia 93 tahun yang hobi manjat
tebing juga tau kalo gue telat.
“Pak, masih boleh masuk?”
“Kenapa telat?”
“Tadi ada Ultraman.”
“Jangan bercanda.”
“Tadi itu…….. nganu—“ aduh, gue harus ngasih alasan
apa nih. “—uhm, tadi ada hujan lokal. Bener-bener lokal.”
“Hujannya cuma di RT kamu aja?”
“Iya, pak.” kata gue. “Cuma di RT saya aja. RT lain
nggak.”
“Oh yaudah,” dia ngasih lembaran soal dan jawaban,
kemudian tersenyum dan berkata, “Silahkan masuk.”
“Serius, pak?” gue kaget, saking kagetnya bahkan mau
teriak: SERIUS LO, BRO?
Tapi nggak jadi, karena songong.
“Ciyus.” Kata dosen ini, kalem. “Ciyusan.”
Gue duduk di bangku paling depan. Memandang soal, dan
mulai menulis jawaban.
…..
Tadi sedikit cerita tentang pengalaman gue naik kereta.
Sebenernya, masih banyak lagi pengalaman lain. Tapi kalau gue ceritain semua,
bisa-bisa dituntut sama PT KAI.
Ohya, terlepas dari itu semua, sebenernya sistem yang
dipakai perkereta apian Indonesia udah cukup baik. Memanfaatkan teknologi
taping-card mampu meminimalisir kemungkinan terjadinya kecurangan atau hadirnya
penumpang gelap. Bahkan, baru-baru ini, di tiap gerbong kereta, terdapat layar
berukuran persegi panjang yang selalu menyajikan informasi atau hiburan. Jadi,
penumpang nggak terlalu bete kalau menempuh perjalanan jauh. Di sini, yang mau
gue fokusin sebenernya cuma di sektor jadwal keberangkatannya. Kalau bisa,
proses keluar-masuk kereta diberi jeda yang singkat, sehingga calon penumpang
nggak terbengkalai di peron stasiun. Lambatnya jadwal juga berpengaruh sama
kecepatan kereta. Mau nggak mau, mereka harus menahan lajunya, guna menunggu
susulan kereta jarak jauh dari belakang.
Tapi, kita semua nggak boleh ngeluh. Berdoa aja,
semoga di tahun 2016 ini, pemerintah lebih cermat dalam penataan transportasinya.
Juga penataan-penataan lain yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat.
Karena, kualitas suatu negara dapat diukur melalui kelayakan
transportasi publiknya.
Negara yang gagal dalam pelayanan publik, maka gagal
dalam sektor lainnya.
Setuju?
Harus.
…..
welcome back bro!
BalasHapusKeren artikelnya bro
BalasHapusMampir balik yu bro. Cuma buat bisa peringkat di google
Promo Member Baru Sportsbook www.v77bet.com Bonus 20% Credit
Minimum Deposit Rp 50.000,-
Maksimum Bonus Rp 2.000.000,-
DAFTARKAN DIRI ANDA. BANYAK PROMO MENANTI ANDA !
Agen Bola Terpercaya | Agen Bola Online | Agen Bola Indonesia| Agen Judi Bola | Agen Bola Terbaik | Cara Daftar Sbobet
http://v77bet.com Agen Judi bola
http://v77bet.com Agen judi terbaik
http://v77bet.com Agen casino sbobet
http://v77bet.com Cara daftar sbobet
http://v77bet.com Agen bola indonesia
jaman kuliah, kereta bisa dibilang sahabat sejati yang nganterin gue pp dari bandung ke jombang. bahkan sampe kemarin terakhir dapet tugas di jogja, kereta tetep jadi pilihan gue, ketimbang naik pesawat.
BalasHapuswalaupun mungkin belum sempurna, tapi KAI bener2 merubah image kereta, dan ini paling dirasa kalau kita naik kereta ekonomi. malah menurut gue g ada bedanya ekonomi ama bisnis, mungkin cuma kelihatan di kursinya doang dan juga acara mengalah, mendahulukan eksekutif, bisnis, baru deh paling bontot ekonomi. udah g ada pengamen, yang jualan asongan, penumpang gelap. jadi lebih nyaman, apalagi kalau naik kereta buat perjalanan jauh. yah kita doain aja semoga transportasi di Indonesia ini semakin teratur, canggih, nyaman, dan aman buat publik
njiirrr hujan lokal wkwkkk, btw gue setuju sama kalimat terakhirnya ...
BalasHapusWah kalo di Jepang sih, kereta telat pasti dikasih tiket atau surat gitu setiap penumpang, bisa diperlihatkan ke guru/bos/dosen jadi dikasih dispensasi. Tapi namanya juga Indonesia, bisa jadi disalahgunakan kalau ada yg begitu :))
BalasHapusLah Jabodetabek mah udah paling pengap. Aku di Bandung baik KRD dari stasiun awal sampe akhir yang berdiri di tengah gerbong bisa diitung jari. KRD nya ada ac nya, adem. Ada stopkontak juga. #lah #riya
:))
V77bet menyediakan berbagai jenis taruhan Sportsbook, Casino, Poker dan sebagainya.
BalasHapusNikmatilah promo menarik dari 20% sampai 100% dan dapatkan cashback hingga 5%
Silakan hubungi segera operator kami :
BBm : 5C3 08C 98
Wechat : pokerV77
line : pokerV77
whatsapp: +639167808777