Kata orang, hidup baru akan terasa ketika seorang anak
sudah berpisah dengan orang tuanya. Namun ada juga yang beranggapan jika hidup
baru akan terasa ketika seorang anak memutuskan untuk pergi jauh demi sebuah
pekerjaan.
Mana yang kusetujui? Tentu saja keduanya.
Kisah ini aku renungkan dalam diri seorang gadis.
Bagaimana mungkin seorang gadis bisa bertahan di kota seberang dalam keadaan
sendiri? Pernahkah dia merasa sepi? Atau membayangkan saat-saat dimana dia
sedang berkumpul di ruang keluarga dan berbagi canda tawa dengan ayah-ibunya?
Pernahkah dia merasa? Atau…..., oh, dia merasakannya, tapi semangatnya seakan
membuat rasa sepi terbenam ke dasar bumi paling dalam.
Kamu bisa saja menyerah pada keadaan, mengeluh pada
Tuhan, lalu pulang ke rumah dengan alasan yang membuat orang tuamu yakin jika
rumah adalah persinggahan terbaikmu. Tapi kamu tidak melakukannya, kamu lebih
memilih untuk bertarung dengan lingkungan baru dan menjalani semua fase yang
ada.
Sekali lagi kutanyakan padamu, Pernahkah kau merasa sepi? Atau berpikir jika rumahmu memang
benar-benar persinggahan terbaikmu? Pernahkah?
Kamu tidak perlu menjawabnya, dentuman semangatmu
seakan menjawab pertanyaanku.
Gadis muda, kumohon, berhentilah menatap remaja
sekitarmu. Aku tau, mereka asik dengan dunianya, mereka tertawa dengan
kehidupan ringannya, tapi itu hanya sementara, mereka semua akan menyesal pada
detik dimana kamu tertawa dengan pencapaianmu. Kamu akan meledak, ledakanmu
akan mengguncang remaja-remaja lainnya. Percayalah padaku.
Saat ini, jarak ragamu dan orang tuamu terlampau jauh,
bahkan sekeras apapun kamu berteriak, mereka tidak akan mendengarnya. Kau pasti
merindukannya—merindukan kebersamaannya, merindukan perhatiannya, dan yang
paling utama adalah, kau merindukan makanan buatannya. Bukan begitu?