Laki-laki
adalah makhluk terlemah, tapi selalu yang pertama menawarkan perlindungan. Selalu
merasa paling sanggup, padahal langkahnya sempoyongan, dan mudah terserang
bingung.
Memang
betul laki-laki punya kadar ketenangan lebih tinggi dari perempuan. Tapi
laki-laki tak dibekali kemampuan mengendalikan. Banyak keputusan laki-laki yang
serampangan dan berujung penyesalan. Itulah mengapa laki-laki butuh
penyeimbang, butuh rangkulan—seseorang yang mau mengarahkan dengan sabar. Dan tak
ada seorang pun yang bisa melakukannya, kecuali seorang perempuan.
Laki-laki
yang menawarkan ‘sandaran’ kepada perempuan, sementara dirinya belum sanggup
berdiri tegap, adalah laki-laki yang belum memahami dirinya dengan utuh.
Belajar merangkak dulu, baru berjalan. Kalau sudah betul-betul bisa jalan,
pastikan langkahnya tidak gontai, tidak goyang, pahami rute jalan yang akan dilintasi,
setelahnya, ketika benar-benar sudah mampu, baru tawarkan kesanggupanmu
melindungi seorang perempuan.
‘Melindungi’
bukan kegiatan murahan, ia adalah komitmen paling mahal yang bisa laki-laki
tawarkan.
Cinta
usia dewasa sepenuhnya adalah tentang tanggung jawab. Kemampuan memahami dan
mengukur diri sendiri adalah hal yang perlu. Tidak lagi penting siapa yang
lebih dulu ungkapkan perasaan, apalagi kesungguhan hanya diukur berdasarkan
intensitas pertemuan. “Siapa yang lebih
sering mengajak jalan, dia yang lebih sayang.” Aduh, bukan seperti itu.