23 Okt 2014

Naik Kereta Api Seru, Kok!

Setiap hari, kalo mau berangkat kuliah, gue selalu milih kereta api sebagai transportasi menuju kampus. Kalo elo nanya ‘enak’ atau ‘nggak’, so pasti gue bakal jawab dua-duanya. Ada enaknya, ada enggaknya.

Enaknya, disamping harga tiket yang relatif murah, naik kereta juga lebih aman dibanding kendaraan umum lain. Ya meski begitu, elo jangan terlalu santai juga, jaga-jaga tetep perlu. Misalnya, pindahin tas atau plastik bawaan ke bagian depan tubuh. Biar aman dari pencopet. Gitu.

Nah, kalo nggak enaknya, banyak. Misalnya, empet-empetan atau desek-desekan. Kalo desek-desekannya sama Dian Sastro sih nggak apa-apa. Lah ini, desek-desekannya sama bapak-bapak kantoran yang depresi karena gajinya selalu dipotong tiap tahun. Coba, gue pernah satu kereta sama bapak-bapak yang usianya (mungkin) sudah menyentuh 55 tahun. Waktu itu kita ada di Stasiun Kranji, Bekasi Barat. Awalnya sih asik-asik aja, kereta jalannya juga santai. Sampai ketika kereta berhenti di Stasiun Cakung, penumpang mulai nambah. Gerbong kereta jadi kayak diskotik Jakarta Pusat. Rame banget. Asli. Nggak berapa lama, pintu otomatis kereta tertutup dengan rapat. Kereta berjalan dengan normal. Dan pada saat itu, posisi gue sama bapak-bapak tadi pun mulai berhadapan. Kita berdua tampak mesra. Namum masih memiliki jarak satu sama lain.

Stasiun Buaran. Di sini, para penumpang makin gila-gilaan, mereka tetep maksa masuk, meskipun space di gerbong kereta udah nggak memungkinkan. Mereka saling berteriak riuh, “WOY, AWAS. KASIH JALAN WOY! ISTRI GUE HAMIL!!” Dan demi apapun, yang teriak kayak gitu ternyata seorang anak yang masih pake seragam putih biru. Ini anak nggak jago nyepik, ato gimana? Heran. Eh, ya. Akhirnya kereta jalan lagi. Dan elo tau apa? Posisi gue sama bapak-bapak tadi udah saling bersentuhan. Kita berhadapan satu sama lain. Perut kita saling menempel, keringet kita saling menetes, dan yang lebih gokilnya lagi adalah…. kening kita saling bersentuhan! KIAMAAAAAT!