“Kamu pacaran sama perokok, ya?” tanya seorang pria, singkat.
“Iya! Emang ada yang salah dari seorang
perokok?”
“Tentu ada!” ujar pria tadi, “Lagian
emang kamu nggak keganggu kalo deket sama dia? Pembicaraan kalian akan diwarnai
oleh asap yang mengepul dengan ganas!”
“Gak peduli!” jawabnya ketus, “Percaya,
deh. Kalo dia emang sayang sama aku, dia bakalan berhenti ngerokok, kok!”
“Nggak mungkin! Berhenti ngerokok kan
sus….”
Belum selesai pria itu berbicara, si
wanita langsung memotongnya dengan cepat, “Apa? Berhenti ngerokok itu susah?
Nggak, tuh! Aku yakin sama kekuatan cinta. Masa iya, cinta dia ke aku bisa
kalah sama hobi ngerokok-nya! Udah, deh. Kamu peduli amat! Lagian yang pacaran
kan aku, bukan kamu. Ya suka-suka aku, dooong..”
“Iya, deh. Terserah kamu. Selamat menuju
kematian bersama kekasih, ya! Bye!” pria itu ngeloyor pergi, disertai oleh
cekikikan yang sedikit tertahan.
***
Udah tiga kali gue terlibat dalam
pembicaraan seperti itu, dan udah tiga kali juga gue gagal, karena nasihat gue
terhempas jauh oleh kilahan-kilahan mereka yang hebat.
Tapi gue bisa apa? Karena pada dasarnya,
merokok adalah hal yang wajar bagi seorang pria, khususnya di Negara kita,
Indonesia. Malahan, menurut riset,
jumlah perokok Indonesia sudah meningkat hampir tiga kali lipat sejak tahun
1980. Wah, mungkin karena jumlah penduduk Indonesia yang saban hari semakin
bertambah kali, ya? Duh!